CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Sabtu, 02 Januari 2010

Pencemaran Migas di Laut


Diberitakan sebuah tanker yang membawa sekitar 30.000 ton minyak senilai 9 juta dolar AS terbakar, setelah terlibat insiden tabrakan dengan kapal kontainer di lepas pantai Dubai, Selasa (10/2). Kebakaran hebat di kedua kapal menghasilkan kepulan asap hitam yang menutupi angkasa.

Kapal tanker dengan nama Kashmir yang dibuat pada tahun 1988 ini, dalam perjalanan dari Iran menuju pelabuhan Jebel Ali di Uni Emirat Arab. Sedangkan kapal kontainer bernama Sima Buoy baru saja meninggalkan pelabuhan Jebel Ali saat insiden terjadi.

Hal di atas adalah kejadian yang kesekian kali yang berakibat pada pencemaran laut (lepas).

Tumpahan Minyak

Minyak mentah (crude oil) atau minyak bumi (petroleum, berasal dari bahasa Yunani yaitu petros berarti batuan dan oleum berarti minyak) terbentuk dari sisa tanaman atau hewan jutaan tahun lampau sebagai akibat dari pemanasan internal Bumi. Minyak Bumi tersebut merupakan senyawa kimia yang amat kompleks sebagai gabungan dari senyawa hidrokarbon ( dari unsur karbon dan hidrogen ) dan non hidrokarbon ( dari unsur oksigen, sulfur, nitrogen dan trace metal).

Jutaan tahun lampau sebelum manusia memiliki kemampuan memanfaatkan minyak bumi, pencemaran minyak di lautan sebetulnya telah terjadi. Material mengandung minyak yang memasuki lautan berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan secara alami dan melalui presipitasi hidrokarbon dari atmosfer. Hanya saja sebagian besar pencemar akan di biodegradasi (diuraikan) oleh organisme secara alami (meskipun dalam jangka waktu lama) sehingga dampak buruk terhadap lingkungan menjadi sangat kecil.


Kini, tumpahan minyak diakibatkan oleh kegiatan penambangan lepas pantai, kebocoran dan kecelakaan kapal tanker, kebocoran saluran pipa minyak, dan lainnya, telah menimbulkan kerusakan yang hebat pada tingkat lokal baik bagi tumbuhan, hewan ataupun pada manusia (secara tidak langsung).

Dampak Buruk

Akibat buruk yang segera terlihat adalah rusaknya estetika pantai akibat penampakan dan bau dari material minyak. Residu yang berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai. Akan sulit menemukan bagian pantai yang tidak terkontaminasi dikarenakan penyebarannya yang cepat. Seperti kasus di perairan pulau Pramuka, kepulauan Seribu.

Tumpahan minyak akan mengakibatkan kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu memengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Namun kematian dimungkinkan akibat terganggunya proses makan, pertumbuhan dan perilaku tidak normal. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.

Pertumbuhan bakteri laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa toksik dalam komponen minyak bumi, juga senyawa toksik yang terbentuk dari proses biodegradasi. Bahkan dalam beberapa kasus, senyawa toksik dari proses biodegradasi dapat lebih berbahaya. Dimungkinkan pula terjadi pertambahan mikroorganisme/organisme yang mampu memanfaatkan hidrokarbon minyak bumi, dikarenakan terjadi penambahan nutrien pada lokasi yang tercemar, untuk metabolismenya ataupun yang memanfaatkan produk metabolisme tersebut, tetapi secara umum terdapat pengurangan jenis mikroorganisme dan organisme.

Pengaruh lainnya adalah penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan toksik pada slick (lapisan minyak di permukaan air). Pengaruh pada plankton tidak signifikan dikarenakan kemampuannya mereproduksi secara cepat, sehingga penurunan populasinya yang sempat terjadi bisa dikembalikan. Berbeda dengan plankton, udang-udangan, ikan dan moluska yang terdapat di antara plankton akan sangat terpengaruh dikarenakan proses pemulihannya memakan waktu bertahun-tahun.

Dampak yang sangat terasa dialami organisme yang tidak bisa bergerak (immobile) seperti organisme bentik karena tidak bisa lolos dari wilayah tercemar. Dalam beberapa kasus pemulihan pada organisme bentik memakan waktu lebih dari 10 tahun. Apalagi bila kejadian tumpahan minyak di pantai dengan dasar lembut (soft bottom) dimana minyak mampu persisten dalam jangka waktu lama dibandingkan pantai berbatu (berdasar keras).

Yang paling memprihatinkan adalah terjadinya kematian pada burung-burung laut. Hal ini karena slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam guna mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi sehingga burung akan kedinginan untuk selanjutnya mati. Kematian burung dalam jumlah besar terjadi setiap ada pencemaran minyak di laut. Kehilangan jumlah populasi burung tidak tergantikan dalam waktu pendek karena laju reproduksinya yang lambat dan umurnya relatif panjang. Apalagi upaya menyelamatkan burung dengan cara membersihkannya seringkali tidak berhasil.

Pada mamalia laut yang mudah bergerak (mobile) pengaruh tumpahan minyak biasanya kecil dikarenakan kemampuannya menghindar dari cakupan daerah tumpahan.

Pengaruh tidak langsung yang dialami manusia adalah dengan melihat kerusakan yang dialami oleh ikan. Jumlah ikan yang mati memang tidak terlalu banyak dikarenakan kemampuannya menghindar. Namun, ancaman terbesar dialami oleh bentic fish yang mengalami akumulasi minyak dalam tubuhnya, dan area bertelur (spawning area) karena fase larva sangat sensitif terhadap toksisitas minyak. Ternjadi akumulasi senyawa aromatik (karsinogen) pada jaringan ikan. Dan manusia baru merasakan keberadaan hidrokarbon minyak bumi di jaringan ikan / hewan yang dimakannya pada konsentrasi 5 – 20 ppm.

Penelitian pada insiden Exxon Valdez pada 24 Maret 1989 di Prince William Sound, Alaska dimana lebih dari 11 juta gallon minyak tumpah menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa aromatik pada kerang Mytilus Trossulus meningkat dua kali lipat dalam waktu 6 bulan setelah terjadi tumpahan.

Pemantauan

Sebelum upaya penanggulangan tumpahan minyak dilakukan, maka tindakan pertama yang diambil adalah melakukan pemantauan tumpahan yang terjadi guna mengetahui secara pasti jumlah minyak yang lepas ke lautan serta kondisi tumpahan, misalnya terbentuknya emulsi.

Ada dua jenis upaya yang dilakukan yaitu dengan pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing). Karena ada keterbatasan pada masing-masing teknik tersebut, seringkali digunakan kombinasi beberapa teknik.

Pengamatan visual melalui pesawat merupakan teknik yang reliable, namun sering terjadi pada peristiwa tumpahan minyak yang besar dengan melibatkan banyak pengamat, laporan yang diberikan sangat bervariasi.

Ada beberapa faktor yang membuat pemantauan dengan teknik ini menjadi kurang dapat dipercaya seperti pada tumpahan jenis minyak yang sangat ringan akan segera mengalami penyebaran (spreading ) dan menjadi lapisan sangat tipis. Pada kondisi pencahayaan ideal akan terlihat warna terang atau pelangi. Namun, seringkali penampakan lapisan ini sangat bervariasi tergantung jumlah cahaya matahari, sudut pengamatan dan permukaan laut. Karenanya, pengamatan ketebalan minyak berdasarkan warna slick kurang bisa dipercaya. Faktor lainnya adalah kondisi lingkungan setempat dan prediksi coverage area.

Cara kedua dengan menggunakan metode penginderaan jarak jauh yang dilakukan dengan berbagai macam teknik seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR) yang telah digunakan secara luas. SLAR memiliki keuntungan yaitu bisa dioperasikan segala waktu dan segala cuaca, menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil pengindraan lebih detail dengan kekintrasan tinggi dan bisa ditransmisikan. Sayangnya teknik ini hanya bisa mendeteksi laisan minyak yang tebal dan tidak bisa mendeteksi minyak yang berada dibawah air dan kondisi laut sangat tenang.

Selain SLAR digunakan pula teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner dan LANDSAT Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan besama guna menghasilkan informasi yang akurat dan cepat.

Penanggulangan

Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.

In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan ketersediaan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api.

Beberapa kendala dari cara ini adalah pada peristiwa tumpahan besar yang memunculkan kesulitan untuk mengumpulkan minyak dan mempertahankan pada ketebalan yang cukup untuk dibakar serta evaporasi pada komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi lain, residu pembakara yang tenggelam di dasar laut akan memberikan efek buruk bagi ekologi. Juga, kemungkinan penyebaran api yang tidak terkontrol.

Cara kedua yaitu penyisihan minyak secara mekanis melalui dua tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer.

Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan. Sayangnya, keberadaan angin, aur dan gelombang mengakibatkan cara ini menemui banyak kendala.

Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini bisa mengurangi dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif untuk diterapkan di lautan.

Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan.

Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon)

Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active agents atau zat aktif permukaan) (lebih jauh lihat : Dispersan Kimiawi, Salah Satu Solusi Pencemaran Minyak di Laut ).

Epilog

Mengingat bahwa tumpahan minyak mentah membawa akibat yang amat luas pada lingkungan laut maka penanganannya tidak bisa diserahkan hanya pada satu institusi pemerintah saja. Perlu melibatkan kerja sama berbagai institusi seperti Departemen Lingkungan Hidup, Departemen Pertambangan dan Energi, Kepolisian, Pemerintah Daerah, Kementrian Riset dan Teknologi, Departeman Kelautan dan Perikanan, Departemen Perhubungan, termasuk pula masyarakat dan kalangan LSM. Kondisi ini perlu dipikirkan sejak dini.

Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa penanggulangan tumpahan minyak bukan hanya meliputi cara pemantauan yang menuntut teknologi yang canggih, cara menghilangkan minyak yang menuntut penggunaan teknologi yang bisa dipertanggungjawabkan dan ramah lingkungan, namun meliputi pula penelitian dampak tumpahan minyak tersebut dan upaya rehabilitasi lingkungan yang tercemar baik hewan, tumbuhan, maupun estetika laut dan pantai.

Bagaimanapun juga luas wilayah laut Indonesia sebesar 2/3 dari seluruh wilayah nusantara, dan pantai sepanjang lebih dari 80.000 km begitu berharga dan harus dijaga. Terlebih bila mengingat bahwa sekarang ini sebagian besar wilayah pantai tersebut telah mengalami kerusakan parah akibat ketidaktahuan, keteledoran, dan penggunaan yang menyalami rambu-rambu keamanan lingkungan.

Tampaknya perlu diberikan aturan yang tegas di dalam hal eksplorasi dan eksploitasi minyak serta penggunaan bahan bakar minyak pada sarana transportasi laut. Dan hukuman yang setimpal bila terjadi penyalahgunaan aturan yang ada.

Sumber : http://wyuliandari.wordpress.com/2009/02/16/pencemaran-minyak-di-laut/

Pipanisasi Kalija Salurkan Coal Bed Methane (CBM)

JAKARTA. Proyek pipanisasi Kalimantan-Jawa (Kalimantan-Jawa Pipelines System) akan tetap dioperasikan dengan mengalirkan Coal Bed Methane bukan gas yang berasal dari LNG Bontang. Hal ini dilakukan agar LNG Bontang dapat tetap beroperasi.

”Gas bumi akan tetap dibawa menggunakan LNG dan pipa tersambung sepanjang Kalimantan-Jawa akan dialiri CBM. Hal ini merupakan jalan tengah yang ditempuh Pemerintah atas reaksi penolakan masyarakat Kalimantan Timur yang mengkhawatirkan jika proyek Kalija beroperasi akan mengganggu produksi LNG Bontang”, ujar Menteri ESDM dalam Acara Inspiring Talk: Mampukah Sektor Migas Berkontribusi Menuju Kemandirian Energi Nasional, di Jakarta, Kamis (23/4/2009).



Lebih lanjut Menteri menjelaskan, ”Tidak ada perbedaan antara gas bumi dengan Coal Bed Methane, keduanya sama-sama C1, namun C1 yang di miliki CBM sedikit lebih tinggi” .DMO lapangan gas Bontang yang sebesar 1,5 juta ton tetap akan diproses menjadi LNG dan disalurkan ke LNG receiving terminal yang akan dibangun di Jawa yaitu di Tanjung Priok dan Jawa Timur, lanjut Beliau.

Proyek Pipanisasi Kalimantan-Jawa dibangun secara bertahap, untuk tahap pertama akan dibangun pipa sepanjang 200 km dari keseluruhan 1.200 km. Seluruh pembiayaan proyek ini tidak lagi merupakan cost recovery
sumber Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

Sumber : http://lout-de-chevalier.blogspot.com/2009/06/pipanisasi-kalija-salurkan-coal-bed.html

Environmental Engineering

ulusan environmental engineering di O&G company saat ini sangat dibutuhkan mengingat environmental impact atas operasi drilling, crude oil treatment ada beberapa yang menyebabkan terganggunya ekosistem atau environmental. (misalnya COCS,Rockwoll, used chemical dan lain 2 atau biasa dibagi menjadi B3 waste dan Non-B3 waste).
untuk penempatan para environmental engineer, saat ini bisa di HES (environmental) Team, Waste management Team dan juga Environmental project team. saya akan coba bahas jobsdec dari ketiga diatas:
HES(Environmental) Team:
-Mendevelop contract untuk penanganan B3 waste dan Non B3 waste yang dihasilkan oleh operasi-operasi kerja.
- Merecord dan memonitor B3 dan Non B3 waste guna pencegahan terhadap compliance terhadap peraturan KLH.
- biasanya di team ini orang nya suka jalan2 deh hehehehe (training nya banyak)

Waste Mangement Team:
- mengurusi dan mengcollect B3 dan non B3 waste dari operasi, namun biasanya team ini mendevelop untuk proses disposal well alias menginjeksikan kembali limbah non B3 yg tidak bisa di treat lagi di fasilitas Soil Bioremediation ataupun landfill.
- Team ini mengoperasikan Solid Fracture Injection.

Environmental project team:
- Mengaddress concern dari HES dan Waste management dan juga facility operation untuk pembangunan fasilitas waste treating , seperti Soil Bioremediation Facility, Waste water treating plant, B3 waste temporary storage dll.
- pokoknya tugasnya membikin fasilitas untuk align dengan compliance program thdp regulasi KLH.

Metoda Eksplorasi

1. Kegiatan Operasi Hulu.
- Eksplorasi
- Pengeboran
- Eksploitasi / Produksi.

2. EKSPLORASI MIGAS
Eksplorasi migas adalah kegiatan untuk mendapatkan perangkap migas atau cadangan baru minyak dan gas bumi.
Pekerjaan eksplorasi melalui beberapa tahap;
1. Pendahuluan.
2. Pemetaan geologi (surface mapping).
3. Pemetaan bawah permukaan (sub surface mapping).
4. Pengeboran.

2.1 Tahap Pendahuluan.
a. Pemotretan dari udara
Dari hasil pemotretan dapat diperoleh data,
~ interpretasi geologi
~ bentuk batuan permukaan
~ macam batuan.
b. Topografi
Untuk mendapatkan penjelasan keadaan permukaan tanah.
(Peta topografi)

2.2 Pemetaan Geologi (Surface Mapping).
Pemetaan geologi (surface mapping) adalah memetakan bagian-bagian yang tersingkap di permukaan bumi, dan menentukan keadaan struktur dari lapisan. Petugas harus menyusuri tebing, sungai , hutan, rawa dan sebagainya.
2.3 Pemetaan Bawah Permukaan (Subsurface Mapping).
Pemetaan bawah permukaan , adalah membuat peta geologi dengan metode geofisik ( misalnya ;gravimetris, dan seismik).

1). Gravimetris.
Penyelidikan dengan metode gravimetris ini berdasarkan variasi dari gaya gravitasi batuan , yaitu makin kedalam (dekat pusat bumi) massa suatu batuan akan bertambah besar.Dengan mengetahui variasi gravitasi diatas permukaan maka dapat diperkirakan struktur batuan dibawah permukaan bumi.

2). Seismik.
Pemetaan ini berdasarkan gelombang getaran, yakni pengukuran getaran gempa bumi buatan yang bersumber dari bahan peledak atau detonator.
Getaran ditangkap oleh geophone dan direkam oleh alat perekam (recorder).

2.4 Pengeboran Eksplorasi.
1). Pengeboran stratigrafi.
Bertujuan untuk menentukan stratigrafi lapisan. Coring
dilakuakan terus menerus.
2). Pengeboran struktur.
Pengeboran struktur in bertujuan untuk menentukan batas batas
lapisan dengan pasti.
3). Pengeboran wildcat
Pengeboran ini bertujuan mencari minyak.
4). Pengeboran semi eksplorasi.
Bertujuan untuk menyelidiki lapisan minyak.
5). Pengeboran untuk mengetahui cadangan minyak.
Untuk mengetahui cadangan atau sisa cadangan hidrokarbon.

3. PENGEBORAN (DRILLING).
Pegeboran adalah membuat lubang sumur dengan tujuan untuk eksplorasi, eksploitasi /produksi atau pengembangan.
Metode pengeboran yang populer dengan menggunakan sistem bor putar (rotary drilling) , dimana rangkaian pipa bor (drilling string) mulai dari bawah terdiri : pahat (bit), pipa pemberat (drill collar), pipa bor (drill pipe), dan kelly.


3.1 Sistem Sirkulasi .
Lumpur bor yang salah satu fungsinya mengangkat serbuk bor (cutting) dari dasar sumur kepermukaanselalu dilakukan sirkulasi dengan menggunakan pompa lumpur.Kalau tidak serbuk bor akan menumpuk didasar lubang dan dapat menyebabkan rangkaian pipa bor terjepit.
Fungsi lumpur bor.
1. Mengangkat serbuk bor dari dasar lubang ke permukaan.
2. Menahan/melawan tekanan formasi.
3. Mendinginkan/melumasi pahat.
4. Mengurangi berat string.
5. Menahan serbuk bor sewaktu menyambung pipa bor.
6. Membentuk mud cake.
7. Sebagai tenaga penggerak pada turbo atau dyna drill.
Mud additives.
Adalah bahan-bahan yang ditambahkan kedalam lumpur bor , untuk mendapatkan sifat-sifat lumpur yang dikehendaki. Misalnya; mengatur SG, mengatur viscositas, mengurangi/mencegah hilang lumpur dsb.
Dengan demikian lumpur pemboran mengandung bahan kimia.

3.2 Pipa Selubung (Casing) dan Penyemenan.
Setelah kedalam lubang bor mencapai kedalaman tertentu, maka lubang sumur dipasang pipa selubung (casing) dan disemen.
Fungsi pipa selubung dan semen.
1. Memperkuat dinding lubang.
2. Mencegah kontaminasi terhadap air tawar.
3. Mengisolir lapisan produktif dengan lapisan lain.
4. Mencegah semburan liar dari lapisan lain melalui anulus.
5. Semen mencegah tekanan dari luar terhadap casing dan mencegah korosi.

3.3 Sistem Peralatan Angkat (Hoisting System)
Sistem peralatan angkat (hoisting system) adalah peralatan yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan rangkaian pipa bor .
Sistem alat angkat terdiri ; menara, draw work dan mesin penggerak, wire rope, crown block, dan traveling block. ( Gbr. 3.3 ).
3.4 Logging dan Perforasi.
Logging adalah satu pekerjaan dengan menggunakan alat log untuk mengetahui jenis dan sifat batuan serta kedalamannya. Dengan demikian dapat menentukan letak kedalaman lapisan yang mengandung minyak dengan tepat.
Perforasi adalah pekerjaan pelubangan casing agar minyak dan gas dapat mengalir dari formasi batuan ke lubang sumur.

4. TEKNIK PRODUKSI.
Cara untuk mengangkat minyak dari dasar sumur ke permukaanada beberapa metode sebagai berikut:
1. Sembur Alam (Natural flow).
2. Pengangkatan buatan (Artificial Lift)

4.1 Sembur Alam (Natural Flow).
Sumur dengan metode sembur alam ini minyak menyembur dengan sendirinya disebabkan tekanan reservoir masih cukup tinggi .
Sedangkan tekanan sebagai tenaga dorong pada reservoir berasal dari : air, gas, tekanan batuan,maupun gas yang larut dalam minyak.

4.2 Pengangkatan Buatan.
Sumur dengan metode pengangkatan buatan ini (artificial lift method) minyak dapat mengalir ke permukaan karena ada tenaga tambahan dari luar untuk mengangkatnya.
Sumur dengan metode pengangkatan buatan contohnya;
a. Sumur sembur buatan (Gas lift)
b. Pompa angguk (Sucker rod pump).
c. Pompa sentrifugal (Electrical submersible pump).

4.2.1 Sumur Sembur Buatan (Gas Lift).
Sumur dengan metode sembur buatan (gas lift) ini , untuk mengangkat minyak dari dasar sumur ke permukaan dengan bantuan gas injeksi. Gas diinjeksikan dari permukaan melalui anulus , kemudian masuk ke tubing melalui katup yang dipasang pada tubing. Gas kemudian bercampur dengan minyak sehingga SG nya menjadi kecil (ringan) dan minyak dapat menyembur ke permukaan.

4.2.2 Pompa Angguk (Sucker rod pump).
Sumur dengan pompa angguk ini untuk mengangkat minyak dari dasar sumur ke permukaan dengan memasang pompa plunger yang dipasang di dalam sumur. Plunger dihubungkan dengan batang isap (sucker rod) ke permukaan yang digerakkan oleh pumping unit yang menggunakan tenaga penggerak dari motor .
Peralatan dibawah permukaan (subsurface equipment) terdiri;
Ø Pompa
Ø Sucker rod string
Ø Pipa Tubing
Peralatan diatas permukaan atau Pumping unit terdiri ;
Ø Motor penggerak (prime mover)
Ø Gear reducer , untuk menurunkan putaran tinggi ke putaran rendah sesuai spm (stroke per menit) pompa.
Ø Beam pumping , sebagai pengubah gerakan putar menjadi gerak naik turun.
Ø Well head

4.2.3 Pompa Sentrifugal (Electrical Submersible Pump)
Untuk mengangkat minyak dari dasar sumur ke permukaan menggunakan pompa sentrifugal yang digerakkan oleh motor listrik dalam sumur.
Peralatan dibawah permukaan terdiri ;
Ø Motor listrik
Ø Kabel listrik
Ø Protector
Ø Intake
Ø Pompa sentrifugal
Ø Pipa Tubing
Peralatan dipermukaan terdiri;
Ø Well head
Ø Kabel listrik
Ø Junction box
Ø Switch board
Ø Transformator

5.PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS DILAPANGAN
5.1 Fluida Sumur.
Fluida yang keluar dari sumur minyak pada umumnya terdiri ;
1. Minyak (crude oil)
2. Air
3. Gas
4. Padatan
Tujuan pengolahan , untuk memisahkan komponen-komponen untuk mendapatkan;
· Minyak kering
· Gas kering
· Air bebas polusi.
5.2 Separator Minyak Dan Gas
Separator minyak dan gas adalah salah satu dari komponen proses yang fungsinya untuk memisahkan minyak dengan gas (separator dua fasa), atau memisahkan gas, minyak, dan air (separator tiga fasa).
5.3 Heater Treater
Adalah suatu komponen proses yang fungsinya untuk memisahkan minyak dengan air yang berupa emulsi dengan cara pemanasan.
5.4 Kompresor.
Kompresor adalah suatu komponen proses yang berfungsi untuk menaikkan tekanan gas
5.5 Gas Scubber
Gas scrubber adalah suatu komponen proses yang fungsinya untuk memisahkan cairan yang mesih terikut gas
5.6 Gas Dehydrator
Gas dehydrator adalah suatu komponen proses yang berfungsi untuk menyerap air yang terdapat pada gas.

Wilayah Prospek EP Refion Jawa













WILAYAH KERJA PERTAMINA EP Region Jawa merupakan salah satu daerah operasi dibawah Direktorat Hulu yang berada di Propinsi Jawa Barat dan berkantor pusat di Cirebon mempunyai wilayah kerja yang terdiri dari dua Area operasi yaitu :

1. Area Operasi Timur wilayahnya meliputi :
Kabupaten Indramayu, Majalengka.
2. Area Operasi Barat wilayahnya meliputi :
Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi.

Disamping itu kegiatan operasi PERTAMINA EP Region Jawa juga ada di :
3. Kabupaten Brebes, (lokasi Jubang-A),
4. Kabupaten Kuningan (kebutuhan air untuk Ciperna),
5. Kabupaten Cirebon (keberadaan kantor dan perumahan),
6. Kabupaten Sidoarjo (Transmisi Gas Jawa Timur).

Program Eksplorasi merupakan tonggak strategis pertumbuhan
PERTAMINA EP Region Jawa dimasa depan. Target kegiatan Eksplorasi meliputi penemuan cadangan yang berpotensi jangka panjang dan efisien dengan menggunakan tolok ukur international ini terlihat dari jumlah sumur yang dibor s/d tahun 2008.

Hasil Produksi minyak tahun 1974/1975 mencapai 28.001 BOPD. Dan mengalami penurunan di tahun 1995/1996 sampai dengan 7.666 BOPD, namun sejak tahun 1996/1997 terus mengalami peningkatan sampai sekarang. Bahkan pada tahun 2008 PERTAMINA EP Region Jawa melampaui target produksi minyak hingga mencapai lebih dari 40.000 BOPD. Produksi terbesar dari tiga region yang dimilki oleh PERTAMINA EP.

Kilang minyak Unggulan Anak Bangsa


Pak Radesmon selaku Head of Brand and Communication Lubricant Business Unit Pertamina menyampaikan kepada pers, bahwa PT Pertamina saat ini mempunyai kilang Oli tercanggih di Asia Pasifik. Selaku kontraktor yang membangun pabrik tersebut, tentu rekan-rekan insinyur di PT Rekayasa Industri sangat berterima kasih atas apresiasi pihak Pertamina terhadap pabrik yang kami bangun. Pabrik tersebut dapat memproduksi 65 formula minyak pelumas yang dipersyaratkan oleh PT Pertamina dengan kapasitas 32.000 ton per bulan.

Terus terang banyak insinyur muda di perusahaan kami yang berupaya keras untuk menyelesaikan proyek tersebut sebagai hadiah Kemerdekaan RI yang ke-63. Selain ingin menyelesaikan proyek dengan sukses, mereka tidak ingin hanya memakai peralatan-peralatan asing, tapi juga telah berjuang keras untuk memakai produk-produk hasil karya putra-putri bangsa. Berikut ini adalah beberapa produk industri teknologi tinggi, dengan kualitas bagus dan relatif murah yang diterapkan di proyek tersebut dengan sukses :

· Boiler dari PT NW Industries (Foto dikiri) – fabrikasi peralatannya dibuat di Bekasi

Alat pemurni air laut dengan teknologi Reverse Osmosis (RO) yang diproduksi oleh PT Envitech Perkasa. Foto dikanan adalah unit pengolah air laut menjadi air tawar (bersih) yang compact dan relatif murah karya fabrikasi PT Envitech di Jakarta.

· Tapi yang paling spektakuler adalah alat packaging untuk kaleng minyak pelumas yang dibuat oleh PT Kuroma Engineering. Ini bukan perusahaan Jepang tapi perusahaan nasional yang ada di Sidoardjo. Perusahaan ini berisikan insinyur-insinyur Indonesia yang inovatif dan membuat karya-karya mesin packaging serta mesin-mesin lain dengan teknologi yang sangat luar biasa canggihnya.

Namun kami juga harus jujur, untuk mesin pencampur minyak pelumas yang bisa meramu 65 jenis formula tersebut, kami masih membeli teknologinya dari ABB-Cellier Perancis. Insya Allah pada tahun-tahun mendatang, para insinyur di perusahaan kami dengan dibantu banyak pihak di Indonesia akan mampu membuat peralatan ini secara mandiri. Amien

Demikian berita liputan kami dan mudah-mudahan informasi diatas bermanfaat bagi rekan-rekan di berbagai industri untuk lebih memakai produk-produk teknologi tinggi hasil karya bangsa sendiri yang semakin bagus dan relatif lebih murah. Alhamdulilah berkat kerja keras banyak putra-putri Indonesia, maka PT Pertamina saat ini bisa mengeksport minyak pelumas ke Australia, Taiwan dan Belgia, hasil produksi dari pabrik karya Insinyur Indonesia.

Jumat, 01 Januari 2010

Perang adalah Jalan Terakhir

"Perang adalah Jalan Terakhir"


(Foto: dok Rumgapres)

Kapal perang Malaysia terus memasuki wilayah perairan Indonesia di blok Ambalat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, perang dengan Malaysia adalah jalan terakhir jika cara lain sudah tidak bisa dilakukan lagi.

"Ada diplomasi, jalan damai. Perang adalah jalan terakhir," kata SBY dalam jumpa pers sesaat sebelum meninggalkan Korsel, Selasa (2/6/2009).

Menurut SBY, jalan yang lebih terhormat tersebut adalah diplomasi. Karena diplomasi dianggap lebih bermartabat.

"Daripada anggaran digunakan untuk perang lebih baik untuk menyejahterakan rakyat," cetus SBY.

Dia menambahkan, Blok Ambalat yang diklaim Malaysia adalah sepenuhnya milik Indonesia. "Apa yang diklaim Malaysia tidak bisa kita terima," ujarnya.

Dia menambahkan, sejengkal tanah atau laut pun, jika itu adalah milik Indonesia maka harus dipertahankan sampai kapan pun.

"Sejengkal wilayah laut pun kalau itu milik kita harus kita pertahankan, tidak ada kompromi," pungkas capres dari Partai Demokrat ini.http://m.detik.com

Logging while Drilling (LWD)

Logging while drilling (LWD) adalah teknik untuk menyampaikan alat logging suur kedlam daras lubang sebagai bagian dari bottom hole assembly (BHA).

alat LWD bekerja dengan MWD system untuk mengirimkan sebagian atau keseluruhan hasil perhitungan ke lokasi permukaan melalui drilling mud pulser atau teknik yang lebih berkembang, sementara alat LWD tools masih ada didalam sumur yang biasa disebut "Real Time Data". perhitungan menyeluruh dapat ditemukan dari alat LWD setelah alat tersebut ditarik kepermukaan, yang disebut "Memory Data".

teknologi LWD dikembangkan dari teknologi logging sebelumnya sebagai was developed originally as an perangkat tambahan dari teknologi MWD sebelumnya untuk memenuhi atau mengganti sebagian operasi wireline logging operation. dengan pengembangan dari teknologi dekade sebelumnya, LWD sekarang digunakan secara meluas (termasuk geosteering), formation evaluasi (biasanya untuk real time dan sumur dengan sudut kemiringan tinggi diatas 45).


Perhitungan yang disediakan LWD

teknologi LWD sebenarnya dikembangkan secara sebagian atau keseluruhan untuk menggantikan wireline logging sehingga umumnya perhitungan yang tersedia pada LWD sama dengan wireline logging, beberapa perhitungan hanya didapatkan pada LWD, berikut adalah daftar dari perhitungan yang tersedia pada teknologi LWD


* Natural Gamma Ray (GR)
o Total Gamma Ray
o Spectral Gamma Ray
o Azimuthal Gamma Ray
o Gamma ray close to drill bit.
* Density and Photoelectric Index
* Neutron Porosity
* Borehole Caliper
o Ultra sonic azimuthal caliper.
o Density Caliper
* Resistivity (ohm-m)
o Attenuation and phase shift resistivities at different transmitter spacings and frequencies.
o Resistivity at the drill bit.
o Deep directional resistivities
* Sonic
o Compressional Slowness(Δtc)
o Shear Slowness (Δts)
* Borehole Images
o Density Borehole Image
o Resistivity Borehole Image
* Formation Tester and Sampler
o Formation Pressure
o Formation Fluid Sample
* Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
* Seismic While Drilling (SWD)
o Drillbit-SWD
o VSP-WD (Vertical Seismic Profile While Drilling)

Sumber : http://lout-de-chevalier.blogspot.com/2009/06/logging-while-drilling-lwd.html

Kronologi pertempuran Natuna & proyek US $ 52 milyard

Saat ini sudah ada kemajuan sangat positif dari Pemerintah dalam mengakuisisi sumber daya alam Indonesia. Ini ada sebuah kronologi menarik dari kekuatan pak Jusuf Kalla untuk ”menekan” Exxon Mobil dalam ”sengketa” kepemilikan ladang Natuna:
# September 2006 – Exxon-Mobil diminta untuk merevisi kontrak konsesi. Kontrak bagi hasil terakhir adalah 100 % untuk Exxon-Mobil & 0 % untuk Indonesia. Pemerintah Indonesia minta 65 % Exxonmobil dan 35 % Indonesia
# Oktober 2006 – Pemerintah men-terminasi kepemilikan Exxon-Mobil di Natuna. ExxonMobil tidak mau merubah kontrak bagi hasil dan meng-claim bahwa mereka sudah keluarkan US $ 350 juta
# Akhir Oktober 2006 – Pemerintah akan men-tenderkan ulang ladang Natuna tapi memberikan prioritas kepada Exxon Mobil. Hal ini terpaksa dilakukan karena pihak ExxonMobil bersikeras tidak ingin merubah persentase “production sharing”.
# Februari 2008 – Jusuf Kalla putuskan bahwa Pertamina akan take over Block Natuna – Di Koran Rakyat Merdeka, Jusuf Kalla di depan KAHMI menyatakan bahwa ia mengancam balik pemerintah Amerika yang mencoba menekan beliau.

Dengan demikian akhirnya, Blok Natuna menjadi milik Bangsa Indonesia kembali untuk dikembangkan oleh Pertamina. Dari berita diatas, pak Ari Sumarno (Dirut Pertamina) menginformasikan bahwa proyek pengembangan Blok Natuna akan bernilai sekitar US $ 52 milyard. Sebuah proyek yang sangat luar biasa besarnya. Proyek ini akan menjadi tanggung jawab baru Ibu Karen (FT-78) yang menjadi Direktur Hulu baru PT Pertamina (persero). Saya juga mendapat informasi bahwa salah satu team inti proyek ini adalah pak Nanang untung (TK-77) yang sempat mendevelop teknologi pemisahan CO2 dan penyimpanannya di bumi beberapa tahun yang lalu di Houston.
Sumber: Portal Karya Nyata Merah Putih

Coal Bed Methane jawaban kebutuhan energi

Jumlah cadangan energi fosil yang kian menyusut, memaksa manusia terus-terusan mencari kemungkinan energi lain. Beberapa pasokan energi alternatif kemudian ditemukan dan coba dikembangkan. Nama-nama seperti biodiesel, biofuel, biogaz, sepertinya kini tak asing ditelinga. Namun bagaimana dengan Coal Bed Methane (CBM) atau gas metana batubara, yang disinyalir menjadi satu alternatif lain untuk pasokan energi pengganti Gas Alam Cair (LNG).

CBM dalam dunia pertambangan didefinisikan sebagai gas metana yang terbentuk dari aktivitas mikrobial (biogenic) atau panas (thermogenic) selama terjadinya proses pembentukan batubara. Biasanya gas ini ditemukan terperangkap di dalam lapisan batu bara. Kumpulan gas yang terperangkap ini akan sangat berbahaya dalam proses penambangan, karena dapat menimbulkan terjadinya ledakan dan kebakaran pada tambang. Oleh karena itu adanya perkembangan teknologi untuk mengeksploitasi CBM sebagai sumber energi amat dihargai. Karena selain mengurangi resiko penambangan batubara, juga dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi baru. Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai CBM telah dimulai sejak tujuh tahun silam. Dalam penelitian tersebut kemudian dihasilkan penemuan potensi CBM di 11 titik cekungan di pulau Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Diantaranya berada di daerah Sumatera Tengah, Ombilin, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jatibarang, Tarakan Utara, Berau, Kutai, Barito, Pasir dan Asam-asam serta Sulawesi Tenggara. Dari kesebelas titik pemasok potensial CBM tersebut, ditemukan sejumlah 453 TCF (Trilion Cubic Feet - Triliun Kaki Kubik). Hal ini menurut Purnomo Yusgiantoro, selaku Menteri Pertambangan dan Energi merupakan hal yang menggembirakan. Mengingat cadangan gas konvensional yang kita miliki sampai saat ini hanya sekitar 195 TCF saja. Hingga sejauh ini belum dapat ditentukan, berapa kisaran biaya produksi CBM. Namun seperti diketahui pada awal operasi produksi, CBM memang akan membutuhkan biaya yang relatif besar. Hal ini dikarenakan karakteristik depositnya berbeda dengan deposit gas alam konvensional. Tapi umumnya puncak produksi CBM baru bisa dicapai setelah masa operasional dalam kurun waktu lima hingga tahun, sedangkan gas alam dari tambang konvensional puncak produksi bisa dicapai pada tahun pertama.

Pada tahap operasional selanjutnya diperkirakan, biaya produksi CBM lebih murah US $ 0,03 per juta kaki kubik dibanding biaya produksi gas alam. Disamping masalah teknis produksi, serta investasi penambangan CBM di Indonesia. Sekarang ini penambangan CBM masih terganjal kendala mengenai pengaturan kontrak cakupan wilayah eksplorasi. Ini dimaksudkan agar kawasan operasi tidak tumpang tindih dan saling merugikan dengan penambangan batubara. Namun sejauh ini para ahli Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral, BP Migas, dan Lemigas sama-sama berpendapat optimis, bahwa penambangan CBM bisa menjadi sumber energi alternatif yang cukup signifikan di masa mendatang. Bahkan diproyeksikan untuk masa 20-30 tahun yang akan datang, mengingat semakin langkanya penemuan baru penambangan BBM. Hingga baru-baru ini, sebagai bagian dari upaya pengeksplorasian CBM di Indonesia, sedang dilakukan pengeboran satu sumur di Sumatera Selatan, yang berada di sekitar Prabumulih. Yang kemudian oleh Kepala Litbang Departemen Energi, Wimpy S. Tjetjep memperlihatkan potensi yang lebih baik dari pada lapangan penghasil gas serupa milik Rusia. Ditargetkan dalam tahun ini juga akan kembali dilakukan pengeboran dua sumur serupa. Sebab untuk mengetahui adanya kepastian cadangan CBM, perlu dilakukan pengeboran di lima sumur yang lain. Sayangnya hingga sekarang, proses penelitian terhadap nilai potensial gas ini masih terhalang masalah pendanaan, yang tampaknya akan coba ditutupi melalui cara pencarian investor yang berminat.
Sumber : http://lout-de-chevalier.blogspot.com/2009/05/coal-bed-methane-jawaban-kebutuhan.html

How hydrocarbons were formed

Oil and gas are derived from organic materials that were deposited millions of years ago. Over time, these materials were buried and the soft sediments around them became rock layers. Under the right conditions of heat and pressure, those organic materials can be transformed to oil and gas in what are known as source rocks.




Some of the oil and gas generated in the source rock escaped and flowed through layers of porous rock, such as limestones and sandstones. Individual pockets of hydrocarbons accumulated in porous reservoirs developed when the hydrocarbons were trapped under impermeable rock layers.
Understanding subsurface structures
During the early stages of searching for new fields, Shell explorationists must build up a thorough understanding of the overall basin to evaluate and grade the potential of the petroleum systems. Across the globe, we use consistent and highly effective methods to analyse these systems in which each play is unique. A technique we use to develop this understanding is known as play-based exploration – a technique that has increased our ability to make timely and high quality decisions


Source : http://lout-de-chevalier.blogspot.com/2009/06/how-hydrocarbons-were-formed.html

Konversi Minyak Tanah ke Gas dengan Sejuta Tantangan

KEUNTUNGAN MENGKONVERSI MINYAK TANAH KE LPG

Targetnya menghemat konsumsi minyak tanah yang subsidinya sangat mahal. Subsidi pemerintah setiap tahun untuk minyak tanah mencapai Rp 25 Triliun (US $ 3 Milyard). Pak Jusuf Kalla sendiri mengestimasi penghematannya sekitar Rp 30 Triliun. Sebuah nilai yang sangat fantastis bila digunakan untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Hal ini disebabkan karena memproduksi minyak tanah saat ini sudah sama mahalnya dengan memproduksi Avtur (bahan bakar pesawat terbang).

Sehingga mengimport minyak tanah dan dibagikan secara murah merupakan sebuah pemborosan yang sangat luar biasa. Dari konsumen sendiri terjadi penghematan pengeluaran uang sebesar 32% setiap bulannya bila beralih ke LPG. Jadi secara umum, program ini sifatnya "win-win", bila terlaksana dengan sempurna. Namun berikut ini adalah tantangan program konversi minyak-tanah ke LPG ini bagi para insinyur Indonesia.

PENGALIHAN KELUARGA DARI MINYAK TANAH KE LPG PERLU KOMPOR DAN TABUNG LPG

Salah satu tantangan utamanya adalah membuat & membagikan secara gratis kompor dan tabung LPG kepada masyarakat agar mau berubah ke bahan bakar LPG.

Berikut ini beberapa informasi tentang target jumlah keluarga yang dikonversi, kesuksesan di Jakarta dan juga rencana pertamina membuat tabung LPG:

* Target konversi sampai dengan tahun 2010 adalah 42 juta keluarga (tahun 2007-3,5 juta, tahun 2008-12,5 juta, tahun 2009-13,2 juta dst). Berdasarkan target ini, maka setiap hari PT Pertamina harus membagikan 34.000 kompor dan tabung tanpa mengenal hari libur.

* Uji coba di sampai Maret 2008 di DKI telah mencapai 95% karena telah dibagikan paket kompor, tabung LPG 3kg, dan selang serta regulator, sebanyak 1.7 juta. Sehingga kebutuhan minyak tanah di DKI Jakarta sebelum program konversi sebesar 3.500 KL/hari sedangkan sejak diterapkannya program, hingga April 2008 turun menjadi 600 KL/hari, atau turun 2900 KL/hari.

PT Pertamina memerlukan 30 juta tabung LPG 3 kg untuk beberapa tahun mendatang. Tugas ini diserahkan kepada PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, PT Barata Indonesia, dan PT Boma Bisma Indra. Jika tugas ini dilaksanakan dalam 2 tahun, maka setiap hari, keempat produsen ini harus mampu membuat 40.000 tabung per hari tanpa hari libur. Jika harga per tabung Rp. 120.000 maka nilai proyek ini sekitar Rp 3,6 Triliun (US $ 400 juta).

PRODUK LPG INDONESIA TIDAK CUKUP DAN PERLU MENGIMPORT - PERLUNYA TERMINAL LPG

Dari perhitungan PT Pertamina, setiap keluarga memerlukan 3 kg LPG setiap 8 hari. Jadi setahun memerlukan sekitar 140 kg untuk setiap keluarga. Jika di tahun 2008, ditargetkan 16 juta keluarga yang menggunakan LPG, maka diperlukan LPG sebesar 2,2 juta ton untuk tahun 2008 (16 juta keluarga x 140 kg per keluarga). Padahal produksi LPG Indonesia pada tahun 2007 baru sekitar 2,1 juta ton per tahun (lihat gambar). Jadi untuk mensukseskan program konversi minyak tanah ke LPG diperlukan LPG Terminal untuk mengimport LPG.

Berikut ini status infrastruktur terminal LPG storage & import terminal:

* Di Eretan, Pantura Jawa Barat akan beroperasi 10.000 TON "LPG pressurized" terminal pada bulan Maret 2008

* PT Pertamina telah menunjuk 3(tiga) perusahaan untuk membangun 3(tiga) "LPG pressurized" storage & terminal di Semarang, Gresik & Banyuwangi masing-masing dengan kapasitas 10.000 ton. Namun penyelesaian proyek-proyek dengan "sistem sewa" ini ditargetkan selesai pada tahun. Jika masing-masing proyek sekitar US $ 30 juta, maka nilai peluangnya sekitar US $ 90 juta.

* PT Pertamina juga akan menyewa dari Itochu floating storage dengan kapasitas 40.000 ton

* Selain itu PT Pertamina akan mengajak SK Corp, BP, Conoco Phillips dan Petronas untuk membangun "refrigerated terminal" dengan kapasitas 160.000 ton di Jawa barat dan 120.000 ton di Jawa timur. Nilai proyek untuk 2 (dua) LPG Refrigerated terminal bisa mencapai US $ 300 juta

* Selain perlunya LPG terminal, PT Pertamina juga akan membuat 200 stasiun pengisian LPG di beberapa tempat di tanah air. Jika variasi harga per station antara US 0.5 juta s/d US $ 1 juta (tergantung capacity), maka peluang proyek ini bisa mencapai US $ 150 juta.

Demikianlah rangkuman informasi dan juga berbagai peluang bagi para insinyur Indonesia.

Pertamina EP Surplus cadangan

Produksi Minyak Pertamina EP anak perusahaan Pertamina di bidang eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas mencapai angka tertinggi, sebesar 127.745 barrel per hari, atau 2.245 barel lebih tinggi dari target 2009 sebesar 125.500 barel per hari pada akhir Mei 2009.

Menurut siaran pers Pertamina yang diterima Gatra.com, Senin (1/6) di Jakarta, pencapaian ini merupakan pencapaian tertinggi yang pernah diraih Pertamina EP, sekaligus bagian dari upaya transformasi Pertamina EP yang terus digulirkan.


Pertamina (Persero) selaku induk perusahaan dan BPMIGAS selaku otorita pengawasan kegiatan hulu Migas, sangat mendukung upaya-upaya transformasi Pertamina EP untuk membangun kapabilitas kelas dunia dalam peningkatan produksi minyak di dalam negeri.

Prosentase peningkatan produksi terbesar dicapai Pertamina EP Kawasan Timur Indonesia yang mencapaian 116% dari target, dengan total produksi 5.567 barrel per hari, Unit Bisnis Limau mencapai 110% target dengan totak produksi 11.210 barrel per hari serta beberapa unit bisnis dan region lainnya yang berhasil memepertahankan produksi pada tingkat tertinggi.

Pertamina EP Region Jawa berhasil mempertahankan tingkat produksi di 25.281 barrel per hari, Region Sumatera dengan produksi 17.542 barrel per hari serta lapangan Sukowati yang mencapai 22.986 barrel per hari. Pencapaian ini juga didukung tingginya angka produksi dari lapangan Poleng Madura sebesar 8.256 barrel per hari.


Produksi Minyak Pertamina EP terus mengalami peningkatan sejak 2003 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata (Capital Average Gross Ratio/CAGR) mencapai 3,1% dari level produksi 95,6 ribu barrel per hari (MBOPD) di 2003 menjadi 102,2 MBOPD di 2006. Produksi ini mengalami pertumbuhan 6,7% di 2007 menjadi 110,3 MBOPD dan diperkirakan akan kembali naik sebesar 7,8% di 2008. Produksi rata-rata Pertamina EP 2008 telah mencapai 116,6 MBOPD. Pada 2009 Pertamina EP menargetkan tingkat pertumbuhan produksi minyak sebesar 6,2% dengan target produksi 125,5 MBOPD.

Di samping minyak, Pertamina EP juga merupakan produsen gas terbesar untuk kebutuhan domestik dengan tingkat produksi mencapai 1040 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). Dari jumlah tersebut, 28% dipasok kepada Perusahaan Gas Negara (PGN), 22% untuk memenuhi kebutuhan industri, 18% untuk industri pupuk, 18% untuk pasokan ke pembangkit listrik, dan 14% lainnya untuk kebutuhan Kilang Pertamina & pemakaian sendiri.

Mungkinkah Indonesia meninggalkan pola "Production sharing" (KPS) ?


Dalam beberapa bulan terakhir ini saya kebetulan mendapat kesempatan untuk mengunjungi beberapa negara karena sedang mengerjakan beberapa proyek disana dan juga mengejar proyek-proyek baru di luar negeri. Saya sempat ke Brunei, karena kami sedang mengerjakan proyek Methanol milik pemerintah Brunei disana. Dari Brunei saya menyeberang ke Serawak untuk melihat pengerjaan team kami di proyek Crude oil terminal milik Petronas di Miri . Kami juga sedang mengejar Proyek Gas terminal di Sabah (salah satu negara bagian Malaysia di Serawak). Foto terlampir adalah ilustrasi team proyek kami yang berada di Miri, Serawak. Selain ke negara-negara tersebut, saya juga sempat bolak-balik ke Iran dan juga ke China untuk mengerjakan proyek dan juga mengejar peluang dengan berbagai mitra di negara-negara tersebut.

Dari perjalanan-perjalanan tersebut, ada suatu fakta yang agak “mengganggu” pemikiran saya. Berikut ini fakta tersebut :

* Brunei yang menerapkan pola “production sharing” (KPS) dengan perusahaan Shell Inggris, terlihat rakyatnya tidak terlalu modern (kurang maju)

* Malaysia tidak memberikan kesempatan kepada satupun pihak asing untuk menguasai konsesi kekayaan alam mereka (terutama di Serawak). Mereka tidak menerapkan pola “production sharing” di Serawak. Petronas menguasai seluruh konsesi minyak dan gas di Serawak. Tidak ada satupun negara asing yang boleh memiliki konsesi minyak ataupun gas di Serawak (juga lahan kelapa sawit).

* Iran mengembangkan industri energy (petrokimia), dan industri upstreamnya secara mandiri. Mereka mengembangkan industri kilang gas alam, kilang minyak, kimia dan petrokimia sepanjang ratusan kilometer dengan pemilik konsesi sumber daya alamnya adalah perusahaan BUMN Iran (tidak ada pihak asing).

* Seluruh konsesi batu bara di China dimiliki oleh perusahaan-perusahaan propinsi (BUMD) dan juga BUMN di China. Tidak ada satupun pihak asing yang menguasai konsesi batubara tersebut. China juga tidak memperkenankan satupun perusahaan asing untuk melakukan “production sharing”.

Salah satu kesedihan saya akhir-akhir ini adalah membaca Peraturan Pemerintah no:57 tahun 2007 tentang Panas bumi. Aturan dan tata caranya sama persis dengan tata cara kepemilikan konsesi batu bara. Jadi mungkin tidak terlalu lama lagi, maka konsesi panas bumi akan dimiliki oleh pihak asing & dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk keuntungan pihak asing. Padahal Pasal 33 ayat 3 tidak pernah berubah bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalammya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Saya saat ini mulai memikirkan apakah pola “production sharing” (KPS) dengan pihak asing di industri minyak, gas dan tambang sebaiknya mulai ditinggalkan oleh Indonesia ?. Pola KPS ini memang diperlukan oleh Indonesia disaat kita belum menguasai teknologinya dan juga tidak memiliki dana untuk explorasi maupun exploitasinya. Namun dengan semakin majunya kemampuan teknolog Indonesia dan juga tersedianya dana di pemerintahan baik berupa APBN dan APBD, seharusnya biaya explorasi dapat dibiayai oleh Pemda ataupun Pemerintah pusat. Sehingga APBN, APBD & PAD (pendapatan asli daerah) tidak hanya disimpan di SBI atau digunakan untuk proyek-proyek yang return-nya tidak jelas.

Kamis, 31 Desember 2009

Beam Pump


Teknik ketiga dari Artificial Lift dengan menggunakan pompa elektrikal-mekanikal yang dipasang di permukaan yang umum disebut sucker rod pumping atau juga beam pump. Menggunakan prinsip katup searah (check valve), pompa ini akan mengangkat fluida formasi ke permukaan. Karena pergerakannya naik turun seperti mengangguk, pompa ini terkenal juga dengan julukan pompa angguk.











Suck-Rod Pump

WELL COMPLETION

Dalam operasi pemboran, well completion dilakukan pada tahap akhir. Setelah selesai melakukan pemboran, biasanya kita akan mengukur kondisi formasi sumur di bawah permukaan dengan wireline logging atau dengan Drill Stem Test. Apabila sumur bernilai ekonomis, maka kita bias melanjutkan well completion. Namun bila tidak ekonomis, maka sumur akan ditutup atau diabaikan dengan plug (bias juga dengan cement retainer). Jenis-jenis well completion adalah:

Open Hole Completion

Open Hole completion merupakan jenis well completion dimana pemasangan casing hanya diatas zona produktif sehingga formasi produktif dibiarkan tetap terbuka tanpa casing kebawahnya. Sehingga formasi produktif secara terbuka diproduksikan ke permukaan.

Keuntungan Open Hole Completion:

- Biaya murah dan sederahana

- Mudah bila ingin dilakukan Logging kembali

- Mudah untuk memperdalam sumur

- Tidak memerlukan biaya perforasi

Kerugian Open Hole Completion:

- Biaya perawatan mahal (perlu sand clean-up rutin)

- Sukar melakukan stimulasi pada zona yang berproduksi

- Tidak dapat melakukan seleksi zona produksi

- Batuan pada formasi harus Consolidated

Source: www.oil-gas.state.co.us

Cased Hole Completion

Cased Hole Completion merupakan jenis completion yang menggunakan casing secara keseluruhan hingga menutupi zona formasi produktif lalu dilakukan perforasi untuk memproduksikannya.

Keuntungan Cased Hole Completion:

- Bisa melakukan multiple completion

- Zona produktif antar lapisan tidak saling berkomunikasi sehingga memudahkan perhitungan flowrate tiap lapisan

- Lebih teliti dalam penentuan kedalaman subsurface equipment. Karena wireline logging dilakukan sebelum produksi.

- Sangat baik untuk diterapkan pada formasi produktif sandstone.

Kerugian Cased Hole Completion:

- Penambahan Biaya terhadap Casing, Cementing & Perforasi

- Kerusakan formasi akibat perforasi bisa mengakibatkan terhambatnya aliran produksi dan menurunkan produktivitas sumur.

- Efek cementing kurang baik dapat mengganggu stabilitas formasi

- Well deepening akan menggunakan diameter yang lebih kecil.

Source: www.virtualsciencefair.org

Liner Completion

Liner Completion merupakan jenis completion yang menggunakan casing yang digabungkan dengan liner pada zona formasi produktif. Penggunaan liner dikarenakan kedalaman formasi produktif dari casing tidak terlalu jauh (± 100 meter). Apabila pemasangan casing dimulai dari permukaan hingga kedalaman formasi yang dituju, maka pemasangan Liner dimulai dari beberapa meter dari zona terbawah casing. Kegunaan Liner yang utama adalah menjaga stabilitas lubang bor di subsurface. Liner completion terbagi 2, yaitu Screen Liner completion (penggunaan dengan liner pada umumnya) & Cemented Perforated Liner Completion (liner completion yang disemen dan dilakukan perforasi). Keuntungan Liner Completion adalah mengurangi biaya casing. Keuntungan lainnya hampir sama dengan Cased hole completion. (by.ADW)

Kunjungan Pertamina ke UP III Plaju



Tanggal 7-11 Juni 2008 aku berkesempatan untuk mengunjungi Pertamina Unit Pengolahan 3 Plaju. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk benchmarking program penyaluran listrik UP-3 Plaju ke PLN kota Palembang. Untuk informasi, sebelumnya telah dilakukan presentasi kepada pemkot Bontang mengenai permintaan penyaluran excess listrik dari PT Badak.















UP-3 Tampak Atas

Yang ikut rombongan kali ini adalah:

* Pak Djoko Wibowo, Development Division Manager
* Pak Imam Suprapto, ICS Department Manager
* Pak M Henny Arief, Maintenance Electric Section Head
* Pak Boedi Rahardjo, Engineer Software
* Aku dhewe, tukang setrum


Kesan pertama saat tiba di Plaju terpikir olehku ini kilang adalah kilang tua. Eh ternyata benar. Kilang Plaju dibangun sebelum Diponegoro perang dengan Belanda yaitu tahun 1904. Gila, tahun segitu wong Londo sudah berfikir nambang minyak. Menurut cerita dulu operator di Plaju ini kebanyakan orang Jawa yang kerja rodi.

Beberapa plant/unit pengolahan yang ada di UP-3 ini sudah tidak difungsikan lagi mengingat umur dan juga harga jual dari produk nya.

Hari pertama di UP-3 kami menyusuri pinggiran sungai Musi, dimana perumahan untuk level management berada. Perumahan ini ada disisi lain dari kilang Plaju, yaitu di Sungai Gerong. Waduh…beda jauh dengan perumahan untuk karyawan yang ada di Bagus Kuning dan Plaju. Mungkin karena umur kilang ya, jadi ya …yang tua tentulah jadi kelihatan jelek.

Mekanisme Pendorong Reservoir

Terjadinya gerakan atau aliran minyak/gas kedalam lubang bor disebabkan karena adanya tenaga dorong dari dalam reservoir. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh satu atau kombinasi dari beberapa macam jenis tenaga pendorong yang ada.
Fase awal dari produksi ini disebut fase produksi primer (primary production). Mekanisme pendorong reservoir ini dibagi empat : Dissolved/Solution Gas Drive, Gas Cap Drive, Water Drive dan Combination Drive.

1. Solution/Dissolved Gas Drive
Solution/Dissolved Gas Drive dapat terjadi bila hidrokarbon yang berwujud cairan ketika dalam reservoir berubah menjadi gas sewaktu di produksi. Gas yang terbentuk ini akan mendorong minyak kedalam lubang bor. Pada mekanisme ini tekanan reservoir akan turun drastis, sehingga pompa ataupun alat pembantu lainnya harus digunakan pada tahap awal produksi. Minyak yang dapat diambil dari reservoir (oil recovery) dengan mekanisme ini adalah 5 – 30%.

2. Gas-Cap Drive
Gas-Cap drive terjadi bila terdapat gas cap diatas minyak dalam reservoir. Penurunan tekanan menyebabkan berkembangnya gas cap yang mendorong minyak kedalam lubang bor. Penampilan reservoir dalam gas-cap drivehampir sama dengan pada dissolved-gas drive, hanya turunnya tekanan tidak drastis karena adanya gas cap yang menghasilkan sejumlah energi. Oil recovery 20-40%.

3. Water Drive
Air dalam reservoir biasanya berada dibawah tekanan fluida yang sebanding dengan kedalaman dibawah permukaan tanah. Makin dalam letak air itu, makin tinggi tekanannya. Water drive terjadi bila terdapat air dalam jumlah banyak pada reservoir yang dapat mendorong minyak kedalam lubang sumur. Air langsung akan mengisi ruang yang ditinggalkan minyak. Tekanan dalam reservoir akan tetap tinggi selama penggantian minyak dengan air terjadi dalam jumlah yang sama. Oil recovery dapat mencapai 50%.

4. Combination Drive
Combination drive adalah mekanisme pendorong yang mempunyai satu atau lebih untuk mendorong fluida minyak ke lubang bor, antara lain Gas-cap drive dengan water drive.

Rabu, 30 Desember 2009

Sarat terbentuknya batuan sedimen Batuan silisiklastik dan karbonat

Batuan silisiklastik dan karbonat memiliki perbedaan yang sangat kontradiktif
dalam hal perilaku hidrolika, sejarah diagenesa, dan terutama adalah lingkungan
pembentukan. Batuan karbonat memiliki syarat-syarat tertentu untuk dapat tumbuh
dan berkembang dalam suatu lingkungan, dimana syarat-syarat ini sangat
bertentangan dengan kondisi pembentukan batuan sedimen silisiklastik sehingga kita
sering berasumsi bahwa adalah hal yang tak mungkin bila batuan sedimen silisiklastik
berada pada lingkungan yang sama dengan batuan karbonat.

Namun kedua batuan ini dapat berada pada lingkungan pengendapan yang
sama. Kenyataan membuktikan, bahwa walau tidak dalam jumlah yang melimpah, di
beberapa tempat sering kita temukan batuan sedimen campuran silisiklastik dan
karbonat. Contoh deskripsi lapangan dari batuan ini adalah batupasir gampingan,
batugamping pasiran, napal, dan lainnya. Percampuran kedua batuan ini terutama
berada pada lingkungan paparan samudera dan dapat terjadi melalui 4 proses yang
dapat berkerja sendiri-sendiri maupun secara bersamaan, yaitu 1) punctuated mixing,
2) facies mixing, 3) in situ mixing, dan 4) source mixing.
Punctuated mixing adalah percampuran yang disebabkan oleh badai dengan
intensitas tinggi sehingga dapat membawa material silisiklastik untuk diendapkan di
lingkungan karbonat, maupun sebaliknya. Facies mixing adalah percampuran yang
mengikuti Hukum Walther yang mengatakan bahwa perubahan stratigrafi secara
vertikal juga akan tercermin secara lateral. Sehingga bila dalam penampang vertikal
ditemui perubahan bergradasi dari batuan karbonat menjadi silisiklastik, maka secara
lateral juga akan ditemui perubahan yang bersifat demikian. In situ mixing adalah
percampuran akibat akumulasi organisme karbonat di dalam lingkungan silisiklastik.
Sedangkan source mixing adalah percampuran akibat carbonate terrane yang
mengalami pengangkatan kemudian tererosi dan memberikan suplai materialnya ke
lingkungan silisiklastik.

Beberapa peneliti sudah mencoba untuk memberi penamaan terhadap jenis
batuan ini, seperti Folk (1959, 1962), Leighton & Pendexter (1961), Pettijohn (1975),
William et. al (1982), dan yang lebih spesifik lagi adalah Mount (1985). Masingmasing
klasifikasi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
Bahkan analisa optik kuantitatif pun telah dilakukan guna mendapatkan informasi
geologi lebih lanjut, seperti genesa dan studi provenance.
Sebagai contoh adalah kasus batuan sedimen campuran silisiklastik dan
karbonat yang terdapat di Menorca, Spanyol. Pada daerah ini tersingkap terrigeneous
dolomite yang berumur Miosen di wilayah Pantai Migjorn. Dari hasil analisa optik
kuantitatif diketahui bahwa butir dolomite pada terrigeneous dolomite tersebut bersifat
extrabasinal. Dua batuan sumber yang mungkin menghasilkan butiran dolomite
tersebut berada pada blok Tramuntana di sebelah utara Pantai Migjorn, yaitu Formasi
Muschelkalk yang berumur Triassic dan dolostone yang berumur Jurassic. Keduanya
memiliki kenampakan petrografis yang sama dengan terrigeneous dolomite Miosen,
namun dari analisa melalui microprobe electron diketahui bahwa dolostone Triassic
bersifat ferroan, dolostone Jurassic bersifat nonferroan, demian juga dengan
terrigeneous dolomite Miosen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sumber
detrital dolomite berasal dari dolostone Jurassic dan terjadi secara source mixing.

Perbaikan RCC pada UP 6 Balongan



Indramayu - Kilang minyak milik Pertamina di unit pengolahan (UP) 6 Balongan Indramayu, mengalami kerusakan. Kerusakan ini terjadi pada salah satu unit Residu Catalytic Cracking (RCC), sejak Jumat 9 Mei 2008.

Diperkirakan kerusakan alat RCC yang berfungsi mengolah limbah bahan bakar menjadi elpiji dan polipropeline, karena sudah waktunya untuk diperbaiki (out of date). Rencananya pihak Pertamina akan melakukan perbaikan rutin pada bulan November mendatang, namun rencana tersebut terpaksa dipercepat.

Menurut Kepala Hubungan Pemerintahan dan Masyarakat (Hupmas) Pertamina UP 6 Balongan, Darijanto, perbaikan ini akan memakan waktu selama 18 hari. "Selama proses perbaikan, pasokan elpiji untuk Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah terpaksa terhenti," Ujar Darijanto, Sabtu (10/5/2008).

Dampak dari kerusakan ini pun, produksi polypropeline atau bijih plastik yang digunakan untik produksi juga mengalami gangguan selama kilang diperbaiki. "Tapi hanya 2 produk yang mengalami gangguan, yang lainnya lancar termasuk pertamax dan pertamax plus yang diproduksi di kilang langit biru Balongan," jelas Darijanto.

Kilang pertamina di Balongan merupakan salah satu kilang terbesar di Indonesia yang mamasok sekitar 30 persen kebutuhan BBM dalam negeri dengan kapasitas produksi untuk elpiji sehari mencapai 1.200 ton. Akibat proses perbaikan ini, otomatis pasokan elpiji selama 18 hari terhenti atau kurang lebih 22 ribu ton terhenti dengan perkiraan kerugian mencapai milyaran rupiah.

Kilang Balongan memproduksi beberapa jenis BBM seperti Pertamax, Pertamax Plus, premium tanpa timbal dan LPG. Produksi minyak Balongan mencapai 125 ribu barel per hari

Blowout Preventer System




Fungsi utama dari sistem pencegahan semburan liar (BOP System) adalah untuk menutup lubang bor ketika terjadi “kick”. Blowout terjadi karena masuknya aliran fluida formasi yang tak terkendalikan ke permukaan. Blowout biasanya diawali dengan adanya “kick” yang merupakan suatu intrusi fluida formasi bertekanan tinggi kedalam lubang bor. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blowout bila tidak segera diatasi.
Rangkaian peralatan sistem pencegahan semburan liar (BOP System) terdiri dari dua sub komponen utama yaitu Rangkaian BOP Stack, Accumulator dan Sistem Penunjang.1. Rangkaian BOP Stack.



Rangkaian BOP Stack ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung dibawah rotary table pada lantai bor.
Rangkaian BOP Stack terdiri dari peralatan sebagai berikut :

• Annular Preventer.
Ditempat paling atas dari susunan BOP Stack. Annular preventer berisi rubber packing element yang dapat menutup lubang annulus baik lubang dalam keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor.
• Ram Preventer.
Ram preventer hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa tertentu, atau pada keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang.

Jenis ram preventer yang biasanya digunakan antara lain adalah :

1. Pipe ram
Pipe ram digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa borberada pada lubang bor.
2. Blind or Blank Rams
Peralatan tersebut digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor tidak berada pada lubang bor.
3. Shear Rams
Shear rams digunakan untuk memotong drill pipe dan seal sehingga lubang bor kosong ( open hole ), digunakan terutama pada offshore floating rigs.
• Drilling Spools.
Drilling spolls adalah terletak diantara preventer. Drilling spools berfungsi sebagai tempat pemasangan choke line ( yang mengsirkulasikan “kick” keluar dari lubang bor ) dan kill line ( yang memompakan lumpur berat ). Ram preventer pada sisa-sisanya mempunyai “cutlets” yang digunakan untuk maksud yang sama.
• Casing Head ( Well Head ).
Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi sebagai fondasi BOP Stack.