CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 15 Januari 2010

tugu Pertamina


Sebuah pertempuran hebat berlangsung di laut lepas antara Semenanjung Melayu dan pantai Aceh sekitar abad enam belas. Saling berhadapan, antara pejuang pejuang Aceh dan armada Portugis pimpinan Laksamana Alfonso D’Albuquerque yang berencana mendarat ke Aceh dalam rangka ekspansi pencarian rempah-rempah. Bola-bola api berterbangan dari kapal-kapal milik pejuang Aceh. Api pun membakar dua kapal Portugis, dan tenggelam!

Bola-bola api yang menjadi senjata utama rakyat Aceh dalam peperangan di laut tersebut, adalah gumpalan kain yang telah dicelupkan ke dalam cairan minyak bumi. Setelah dinyalakan, lantas dilentingkan ke arah kapal Portugis itu.


Bola-bola api yang menjadi senjata utama rakyat Aceh dalam peperangan di laut tersebut, adalah gumpalan kain yang telah dicelupkan ke dalam cairan minyak bumi. Setelah dinyalakan, lantas dilentingkan ke arah kapal Portugis itu.

Sebuah catatan lain menyebutkan, pada tahun 972 telah datang utusan kerajaan Sriwijaya ke negeri Cina. Utusan Sriwijaya itu membawa beragam cinderamata sebagai tanda persahabatan, termasuk juga membawa berguci-guci minyak bumi yang khusus dihadiahkan untuk Kaisar Cina.

Oleh orang Cina dimanfaatkan sebagai obat penyakit kulit dan rematik. Begitu juga dengan nenek moyang kita, di samping memakai cairan itu sebagai bahan bakar lampu penerang, pun memakainya untuk obat terhadap gigitan serangga, penyakit kulit dan beragam penyakit lain.

Kisah heroik pejuang Aceh dan muhibah utusan Sriwijaya tadi, merupakan kisah tentang awal mula diketahui adanya minyak bumi di Indonesia. Tetapi sejarah perminyakan di Indonesia, tidak terjadi Aceh atau Sumatera Selatan tempat Kerajaan Sriwijaya berada. Justru Sumatera Utara yang beruntung mencatat sejarah sebagai daerah tempat sumur minyak pertama ditemukan.

Persisnya sumur minyak pertama itu berada di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, sekitar 110 kilometer barat laut Medan, ibukota Sumatera Utara.

Desa Telaga Said sendiri merupakan sebuah desa kecil yang, berada dalam areal perkebunan kelapa sawit. Pekerjaan utama masyarakatnya adalah buruh perkebunan. Dengan tingkat penghasilan yang rendah, maka dapat dikatakan taraf penghidupan ekonomi di desa ini rendah.

Rabu, 13 Januari 2010

Pertamina EP Bingung Cari Tambahan Produksi Minyak


Foto: Pertamina EP

Jakarta
- Produksi Pertamina EP sepanjang semester pertama mencapai 119.000 barel per hari. Angka ini naik dari produksi pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 109.000 barel per hari.

"Jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya 109.000 barel per hari. Jadi dalam per hari ada kenaikan sekitar 10.000 bph," kata Dirut Pertamina EP Tri Siwindono disela diskusi diskusi keselamatan migas di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (28/7/2008).

Angka pencapaian ini memang masih di bawah target produksi Pertamina yang ditetapkan BP Migas untuk tahun ini sebesar 128.000 barel per hari.

Tri mengaku agak bingung bagaimana mencari tambahan 9.000 barel per hari lagi. Ia bahkan memperkirakan produksi yang bisa dicapai hingga akhir tahun hanya sekitar 123.000 barel per hari.




"Mungkin yang bisa dicapai sekitar 123.000 barel per hari, tetapi target kita memang tinggi banget, 125.000 bph. Bahkan BP Migas menargetkan kita 128.000 bph. Jadi masih sekitar 9.000 bph. Itu kita cari di mana, di pasar juga nggak ada," katanya.

Salah satu penyebab rendahnya produksi minyak Pertamina dibandingkan target adalah realisasi produksi dari lapangan Pondok Tengah.

Dari lapangan ini sebenarnya ditargetkan produksi minyak mencapai 4.000-6.000 barel per hari. Namun pada kenyataannya, minyak yang ditemukan lebih sedikit, dan yang diproduksi hanya sekitar 2.000 barel per hari.

Tapi sebagai gantinya, gas yang ditemukan di lokasi tersebut justru lebih banyak dari ekspektasi.

"Gasnya tetap tinggi, sekitar 17-18 mmscfd. Memang yang namanya permukaan kita kan gak tau, tadinya dikira cadangan minyak ternyata malah gas. Meskipun kalau dikonversi volumenya sama," ujarnya.

Sementara terkait kenaikan produksi dibandingkan tahun lalu, menurut Tri, hal ini didorong investasi yang dialokasikan Pertamina di sisi hulunya.

Untuk tahun ini, Pertamina mengalokasikan Rp 6,4 triliun untuk investasi di bidang hulu. Namun hingga saat ini investasi yang dikucurkan baru sekitar 24% atau Rp 1,6 triliun.

Investasi sebesar itu terutama dialokasikan untuk tujuh fokus pengembangan. Diantaranya adalah mengkosentrasikan eksplorasi di 5 lapangan yaitu Pondok Tengah, Tambun, Sukowati, lapangan Poleng dan Limau di Sumatera Selatan.

"Untuk lapangan Limau yang operasikan kita sendiri dan hasilnya cukup bagus karena kita menemukan lapisan baru sehingga setiap ngebor mendapatkan 800 bph hingga 1000 bph yang bisa kita dapatkan," katanya.

Selain itu Pertamina juga memperbaiki manajemen produksi dengan melakukan PoP (put on production) dari hasil temuan-temuan eksplorasi. PoP maksudnya langsung memproduksikan lapangan eksplorasi yang sudah terbukti mengandung minyak atau gas tanpa menunggu proses PoD selesai.

Lalu usaha peningkatan juga dilakukan dengan mengaktifkan kembali sumur-sumur yang sudah ditinggalkannya.

"Mungkin sumur yang dulu ditinggalkan cuma 15 barel ditinggal karena tidak ekonomis tapi dengan harga minyak sekarang jadi ekonomis lagi," katanya.

Tak hanya itu, lapangan-lapangan tua juga diaktifkan lagi, dan metode EOR (enhance oil recovery) pun akan segera dimulai.

Selasa, 12 Januari 2010

Harga ELPIJI Melonjak

Elpiji naik seperti ditulis di Kompas. Dengan demikian harga per tabung untuk 12 kg dari 63 ribu menjadi 69 ribu. Sementara untuk tabung 50 kg dari 343.900 menjadi 362.750 . Elpiji yang 3 kg tetap tidak naik, karena disubsidi oleh pemerintah. Menurut Humas Pertamina kenaikan ini diberlakukan karena Pertamina merugi.

Yang menarik adalah mengapa Pertamina menaikkan harga elpiji. Menurut Humas Pertamina, ini dilakukan karena harga elpiji dijual jauh di bawah harga pasar dunia. Harga elpiji sebelum naik adalah 5.250/kg dan dinaikkan menjadi 5.750/kg, dan harga internasional sekarang adalah 11.400/kg.


Yang menjadi pertanyaan saya adalah, kok elpiji mau dijual dengan harga pasaran dunia. Berbeda dengan BBM, dimana kita adalah importir, untuk kasus gas kita adalah EKSPORTIR! Gasnya punya kita, ya suka-suka kita dong jual berapa untuk rakyat. Yang perlu kita ketahui adalah berapa biaya produksinya. Selama masih nutup, tidak perlu dijual dengan harga pasaran dunia. Saya kuatir yang dimaksud rugi oleh beliau adalah opportunity loss, sebuah jargon ekonomi yang berarti kerugian akibat kehilangan kesempatan meraup keuntungan lebih besar. Kerugian ini adalah kerugian yang dibayangkan, bukan kerugian dalam arti sebenarnya. Pertamina harus mempertanggungjawabkan angka produksi gas elpiji kepada masyarakat secara terbuka, diaudit, supaya kita benar-benar tahu apakah kenaikan gas ini benar-benar rugi, atau akal-akalan pat gulipat saja.

Kenaikan yang bisa diterima akal adalah yang diakibatkan oleh kenaikan biaya distribusi, seperti yang dilansir waktu kenaikan bulan lalu. Tetapi kenaikan karena menyesuaikan dengan pasar dunia benar-benar tidak bisa diterima.

Apalagi kenaikan ini dilakukan sepertinya dengan jebakan. Setelah menghentikan distribusi minyak tanah dan memaksa masyarakat pindah ke gas, elpiji pun naik, seperti yang diduga banyak orang.

Pertamina masih sempat berkilah bahwa ini tidak akan berakibat ke rakyat miskin karena gas 3 kg tidak naik. Ini adalah sebuah pernyataan yang bodoh. Kita semua tahu logika pasar, bahwa jika elpiji 12 kg naik, apalagi kalau benar akan naik Rp500/kg perbulan, yang terjadi adalah hijrah besar-besaran ke elpiji 3 kg. Yang akan terjadi adalah kelangkaan elpiji 3 kg, dan membuat harganya di pasaran naik, meskipun harga distributor tetap.

LIMA PERUSAHAAN ASING MULAI STUDI BLOK MIGAS DI INDONESIA TIMUR

Lima perusahaan asing mulai melakukan studi bersama potensi sejumlah lapangan minyak dan gas di wilayah Indonesia Timur. Mereka akan mengikuti lelang penawaran langsung terhadap lapangan-lapangan tersebut tahun depan.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Direktorat Jenderal Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Priyono mengungkapkan hal itu kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (26/12).

Kelima perusahaan meliputi ExxonMobil, Chevron, Amerada Hess, CNOOC dan Essar. Menurut Priyono, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan studi bersama dengan menggandeng mitra lokal. Beberapa lembaga pendidikan seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Pajajaran dan UPN Yogyakarta juga dilibatkan.

Priyono mengatakan, pemerintah rencananya akan melelang paling sedikit 30 wilayah kerja (blok) minyak dan gas tahun depan. Lelang akan ditempuh melalui mekanisme lelang umum dan penawaran langsung.

"Tahun depan, kami akan mengadakan lelang umum sebanyak 2 putaran, sedangkan penawaran langsung bisa dilaksanakan 3 putaran atau setiap empat bulan sekali," paparnya.

13 Desember lalu, pemerintah mengumumkan hasil lelang 21 blok migas yang ditawarkan melalui mekanisme penawaran langsung. Dari ke-21 blok, hanya 18 blok yang ditetapkan pemenangnya.

Sisanya, dinilai tidak memenuhi syarat untuk bisa dilakukan penetapan pemenang. Setiap pemenang lelang diwajibkan menyampaikan komitmen bonus tandatangan berupa garansi bank, paling lambat 14 hari setelah pengumuman pemenang.

Hingga akhir pekan lalu, baru tiga perusahaan yang memenuhi kewajiban itu. Ketiganya adalah Transword Exploration Ltd, Indoreach Exploration Ltd dan Konsorsium ConocoPhillips-Stat Oil ASA.

Transword memenuhi komitmen bonus tandatangan untuk Blok Duyung di lepas pantai Natuna, Indoreach untuk Blok Pari di lepas pantai Natuna, dan Konsorsium ConocoPhillips-Stat Oil ASA untuk Blok Kuma di Sulawesi Barat.

Pengembangan ke-18 wilayah kerja migas tersebut diproyeksikan menyerap investasi total senilai US$235,78 juta dan bonus tandatangan sebesar US$31,45 juta. Bonus tandatangan diperhitungkan sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Para pemenang yang belum menyerahkan komitmen bonus tandatangan adalah Konsorsium PT Mosesa Petroleum-PT Kencana Surya Perkasa-PT Petross untuk Blok Tonga Sumatra Utara, Ranhill Jambi Inc untuk Blok Batu Gajah daratan Sumatra Tengah, Konsorsium PT Hexindo Gemilang Jaya-PT Indelberg Blok Lemang daratan Sumatera Tengah.

Kemudian, Konsorsium PT Gregori Gas Perkasa-CNOOC untuk Blok Batanghari di daratan Sumatra Tengah, PT Odira Energy Persada untuk Blok Karang Agung di Sumatra Selatan, Star Energy Holdings Pte Ltd untuk Blok Sekayu di Sumatra Selatan, PT Insani Bina Perkasa untuk Blok Alas Jati di daratan Jawa Timur, Petro Java International Inc Blok North Kangean di lepas pantai Jawa Timur.

Selanjutnya, Konsorsium Mitra Energy Ltd-Pearl Oil Blok Sibaru lepas pantai Jawa Timur, PT Kalimantan Kutai Energi Blok West Sangatta Kaltim, PT Pandawa Prima Lestari Blok Wain Kaltim, Konsorsium PT Ephindo-Serica Energy Blok Kutai Kaltim, Konsorsium PT Gema Tera-Manley NV-TGS Nopec untuk Blok Budong-Budong Sulawesi Barat, Pearl Oil untuk Blok Karana di Selat Makassar dan Konsorsium Japec-Primer Oil-Kufpec untuk Blok Buton Sulawesi Tenggara.

Untuk tingkatkan produksi minyak bumi Indonesia - gunakan "water flooding"

Sebagaimana diketahui bahwa produksi minyak bumi Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun. 10 tahun yang lalu, produksi kita sekitar 1,5 juta barrel per hari. Saat ini sekitar 1.0 juta barrel per hari (lihat chart). Padahal konsumsi diperkirakan terus meningkat dengan angka hari ini berkisar sebesar 1,1 s/d 1,2 juta barrel per hari. Sehingga Indonesia saat ini menjadi net importir minyak bumi.

Dengan melihat trend ini dan menyadari dampak yang sangat luar biasa bagi pemerintah serta bangsa Indonesia, mulailah saya tertarik untuk mendalami mengenai Enhanced Oil Recovery (EOR). Terutama setelah Kementerian ESDM mengeluarkan Permen No:1 tahun 2008 tentang pengelolaan sumur tua. Baca liputan sebelumnya. Berikut beberapa hasil temuan saya:

• Data dari Enhanced Oil Recovery Institute memperkirakan bahwa di tahun 2030, jumlah minyak yang dihasilkan melalui EOR mencapai 688 Milyard Barrel sedangkan dari New discoveries sekitar 732 milyard Barrel. Silahkan donwload presentasi

• Di seluruh dunia (Amerika serikat, Russia & Amerika selatan), Teknologi EOR khususnya ”Secondary recovery”, sudah hampir ”mewabah” sejak puluhan tahun yang lalu. Teknologinya-pun relatif sederhana yaitu “hanya” menggunakan water (air) atau disebut water flooding.

• Kurva penurunan produksi Indonesia selama 10 tahun terakhir ini, mengikuti kurva generik ”primary production curve” (lihat chart dikanan). Saat ini sudah saatnya water flooding dimulai di lapangan-lapangan minyak Indonesia.

• Satu-satunya perusahaan yang secara efektif telah menerapkan EOR di Indonesia dengan memakai metoda Steam-flooding adalah Chevron Pacific Indonesia (CPI). Perusahaan ini sejak belasan tahun yang lalu telah menerapkan EOR dan saat ini memasok sekitar 60 s/d 70% dari seluruh produksi minyak bumi Indonesia. Perusahaan kami memberikan support untuk pelaksanaan steam flooding ini diseluruh sumur-sumur milik CPI di propinsi Riau.

• Laporan LAPI ITB tahun 2003 menunjukan bahwa di Jawa Barat saja kandungan minyak bumi yang ”masih sangat mungkin” untuk diambil dengan EOR mencapai jumlah ratusan juta barel. Ini diluar Sumatera selatan, Riau, Aceh, Sumut, Jatim dll.

• Para ahli EOR di Indonesia sudah relatif sangat banyak. Bahkan salah seorang Doktor dari Tulsa University yang sudah memberikan jasa di Timur tengah mengalahkan perusahaan-perusahaan raksasa adalah orang Indonesia dengan nama Dr Asnul Bahar alumni dari Mesin ITB.

• Salah satu negara yang sangat agresif menerapkan EOR adalah Rusia. Standar peningkatan produksi dengan teknologi EOR di Russia mencapai 10 s/d 15 %. J

Mengingat ”gentingnya” pasokan minyak bumi bagi perekonomian Indonesia, maka kami memutuskan untuk memasuki bisnis ini dengan menggandeng teknologi dari Russia dan juga rekan Asnul bahar dari Amerika serikat. Dengan team ini, kami akan menawarkan ”secara gratis” ke Pertamina, perusahaan-perusahaan TAC, analisa existing field untuk peningkatan produksi minyak mereka. Mudah-mudahan upaya ini dapat meringankan beban subsidi pemerintah melalui pencegahan kemerosotan produksi minyak bumi.

Demikian informasi kami

Minyak bumi US $ 117 per barrel - mungkinkah solusinya "sumur tua" ?

Saat ini sedang ada “kekhawatiran” tingkat tinggi bahwa target APBN untuk “lifting” minyak di tahun 2008, tidak akan tercapai. Pada saat menyusun APBN 2008, “ibu Sri Mulyani sudah menyampaikan bahwa target 1,034 juta barrel di APBN 2008 jangan sampai jadi pepesan kosong”. Akhirnya DPR dan pemerintah menyetujui target 927.000 barrel minyak per hari. Tapi nampaknya pada Triwulan-1 2008, target lifting ini belum tercapai. Padahal Priyono, alumni ITB dari Geologi angkatan 1976 yang menjadi kepala BP Migas baru, juga mencanangkan dan menjanjikan untuk mengejar peningkatan target Lifting ini. Karena harga minyak bumi terus meroket diatas US $ 117 per barrel (20 April 2008), maka produksi minyak nasional menjadi sangat penting. Dengan kata lain, target lifting minyak harus terlampaui jika tidak ingin APBN terbebani.

Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah adalah mengembangkan kembali sumur-sumur tua. Untuk ini, pihak pemerintah telah merevisi Peraturan pemerintah tentang pengelolaan sumur-sumur tua. Dari 13.824 sumur tua di seluruh Indonesia, diharapkan 5000 sumur masih mampu memproduksi 5.000 s/d 12.000 barrel minyak per hari (Contoh foto sumur tua dari Liputan6.com).

Berikut beberapa artikel terkait contoh-contoh lokasi sumur tua minyak bumi, dan juga beberapa informasi lainnya:

* Daerah Blora Jawa tengah ada 511 sumur

* Daerah Musi Banyu Asin Sumatra Selatan ada 500 sumur

* Daerah Muba Sumatra Selatan ada 300 sumur

* Daerah Bojonegoro, Jawa timur yang menolak Peraturan Pemerintah no:1 tentang pengelolaan sumur tua

* Download Peraturan Pemerintah no:1 tahun 2008 tentang pengusahaan pertambangan Minyak pada sumur tua

* Permasalahan sumur tua selama ini dan contoh sumur tua diliput oleh Liputan 6 pada April 2007

* Pendapat dari Ikatan Ahli Teknik Migas Indonesia (IATMI) tentang peraturan baru Pemerintah

Saya sebenarnya sedang “penasaran” dan ingin masukan serta pengalaman dari siapa saja, kalau-kalau ada insinyur Indonesia yang telah “berkecimpung” di bisnis ini (selain di Duri steam flood). Setahu saya, untuk mengambil minyak dari sumur tua banyak sekali cara yang dapat dilakukan seperti Gas lift, atau water injection, dan juga menggunakan steam flooding seperti di ladang Duri milik Chevron Pacific Indonesia (Dulu Caltex). Tetapi juga banyak sekali teknologi lain seperti menggunakan polymer dll. Saya terus terang sedang memikirkan kemungkinan uap (steam) panas bumi yang tersedia di berbagai daerah, di-injeksikan untuk mengangkat minyak bumi dari sumur tua.

Senin, 11 Januari 2010

Penambangan Hidrokarbon di Laut-Dalam, Frontier Terbaru Industri Perminyakan


Lapangan hidrokarbon West Seno di pinggiran Selat Makassar yang baru-baru ini telah berproduksi menandai babak baru eksplorasi dan eksploitasi perminyakan di Indonesia. Kenapa? Karena West Seno merupakan proyek laut-dalam (deepwater) pertama di Indonesia yang sudah berproduksi. Kedalaman laut (jarak dari permukaan air sampai ke dasar laut) di area tersebut berkisar 1000m. Di industri perminyakan, lebih dari 200m umumnya didefinisikan sebagai laut-dalam. Tulisan ini bermaksud untuk mengulas secara populer karakteristik dan tantangan memproduksi hidrokarbon (minyak bumi dan/atau gas alam) dari area laut-dalam tersebut.

Eksplorasi di laut-dalam dimulai pada akhir tahun 70-an di perairan Teluk Meksiko (Amerika Serikat), lepas pantai Brazil dan Afrika Barat. Selain di pinggiran Selat Makassar, di wilayah Australasia lainnya ada di lepas pantai Malaysia Timur dan Australia sebelah baratdaya. Berkembangnya penambangan laut-dalam ini dikarenakan dua faktor utama. Pertama, cadangan hidrokarbon dunia semakin menipis di daerah konvensional (daratan dan laut-dangkal) sementara permintaan selalu naik. Kedua, teknologinya terus berkembang dan makin dikuasai.

Karakteristik penambangan laut-dalam:
1. Biaya operasional yang lebih tinggi. Hampir semua aktivitas di atas rig lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang lebih lama mengakibatkan ongkos sewa rig makin mahal (sewa rig untuk laut-dalam perharinya termasuk yang termahal).
2. Suhu air yang rendah, diperparah dengan gradien temperatur yang tak linear dan arus bawah laut. Di perairan tropis sekalipun, suhu air bisa mencapai sekitar 1-2 derC di kedalaman 1700m. Temperatur dingin dapat berefek ke:
A. Perubahan viskositas, densitas dan rheology fluida. Fluida ini bisa meliputi lumpur pemboran, campuran semen, fluida pengisi sumur ataupun fluida hidrokarbon itu sendiri.
B. Waktu yang dibutuhkan semen untuk mengering lebih lama. Semen umumnya didesain agar dapat mengeras secepat mungkin untuk menghindari intrusi gas ke dalam anular sumur dan juga mengurangi ongkos stand-by rig. Sumur tidak dapat diapa-apakan kalau semennya belum mengeras sempurna.
C. Resiko hidrat-gas di sekitar permukaan dasar laut. Hidrat-gas terjadi karena efek tekanan tinggi dan suhu rendah, yang merupakan kondisi alami di dasar laut-dalam. Hidrat-gas yang bentuknya mirip es batu, berisi campuran air dan gas-alam, dapat menyumbat berbagai macam saluran, baik untuk produksi maupun untuk pengendalian sumur (well-control). Hidrat-gas juga dapat membuat dehidrasi semen dan lumpur pemboran. Untuk menghindarinya, yang praktis dilakukan adalah menambahkan garam atau glikol ke dalam lumpur. Cara lain, mensirkulasi lumpur atau memanasinya agar temperaturnya naik. Densitas lumpur juga bisa didesain serendah mungkin dalam batas aman untuk mengurangi tekanan hidrostatisnya.
D. Jika reservoarnya mengandung paraffin atau asphaltene, pada suhu rendah material ini dapat menjadi deposit solid dan dapat menyumbat atau mengganggu aliran fluida.

3. Margin tekanan reservoar (pore pressure) dan tekanan rekah (fracture pressure) umumnya tipis, sementara viskositas dan densitas lumpur malah naik akibat suhu dingin. Akibatnya sukar untuk menghindari larinya dan hilangnya fluida sumur ke dalam reservoar. Kondisi ini sering memaksa sumur didesain memakai casing (pipa tubular sumur) yang kompleks.
4. Bahaya shallow water/gas flow. Sering terjadi jika terdapat lapisan bebatuan yang masih labil pada kedalaman rendah dan berisi fluida (air atau gas) bertekanan tinggi. Suhu rendah menyebabkan semen konvensional akan memakan waktu yang lebih lama untuk mengeras. Pada saat fasa semen masih belum solid, air atau gas bertekanan tadi dapat masuk ke dalam anular sumur berisi semen lalu naik ke permukaan dasar laut. Jika ini terjadi, integrasi semen akan dikatakan gagal dan penyemenan remedial yang ongkosnya mahal harus dilakukan. Sebelum mulai menggali sumur, sering operator melakukan pekerjaan seismik di kedalaman rendah untuk mendeteksi kemungkinan adanya lapisan shallow water/gas tersebut. Juga sumur pendahuluan (pilot well) sering digali terlebih dahulu untuk mengumpulkan data-data reservoar di area tersebut. Selain itu, sekarang telah ditemukan sistem semen yang memakai ilmu chemistry canggih dan dapat menciptakan properti semen yang cocok untuk sumur laut-dalam. Walaupun pada suhu mendekati titik beku air, waktu mengerasnya semen dapat kita kontrol sesuai dengan yang diinginkan. Hasilnya, instrusi gas ke dalam anular dapat dicegah, waktu tunggu rig bisa dipercepat dan ongkos rigpun dapat ditekan.
5. Pengendalian sumur yang lebih sulit karena BOP (alat pencegah meledaknya sumur di permukaan/blow-out) terletak jauh di dasar laut dan properti lumpur yang berubah di suhu rendah. Lumpur merupakan salah satu komponen penting untuk pengendalian sumur. Kuantitas lumpur yang dipakai umumnya dalam jumlah besar, bisa lebih dari 4000 barrel (636m3), dan waktu sirkulasi sumur yang lama, menyebabkan lumpur harus dimonitor secara periodik agar masalah yang mungkin timbul dapat dideteksi dari awal. Dengan menganalisis properti lumpur dapat diprediksikan apa yang sedang atau akan terjadi di bawah sana. Berbagai sensor elektronik dan mekanik yang sangat akurat dipakai untuk mengambil data-data densitas, rheology, pH, konduktivitas, suhu lumpur dan lainnya secara real-time dan kontinyu.
6. Fasilitas produksi bawah-air yang harus tahan temperatur rendah dan tekanan hidrostatik air yang tinggi (bisa mencapai 5000psi atau 34.5MPa). Berbeda dengan laut-dangkal, umumnya kontur geografis permukaan dasar laut di daerah laut-dalam tidaklah datar, melainkan miring karena daerah ini merupakan batas paparan benua. Juga, sering kondisi permukaannya tidak stabil. Kedua hal ini mendorong diciptakannya fasilitas yang mengambang di dalam air, tidak duduk di atas permukaan dasar laut. Fasilitas yang harus reliabel dan kompleks ini mengakibatkan harganya sangat mahal. Umumnya juga sumur-sumur di laut-dalam terletak relatif jauh dari garis pantai atau jauh dari fasilitas pengumpulan hidrokarbon di darat. Untuk mengatasinya, sekarang sudah banyak dioperasikan fasilitas produksi yang mengapung di atas kapal atau platform (FPS-floating production systems dan EPS-early production systems). Dengan fasilitas ini, waktu pemrosesan hidrokarbon dapat dipersingkat dan minyak/gas dapat cepat bisa dijual. Uang yang diinvestasikan pun dapat lebih segera kembali.

Baru permulaan.
Selama 100-tahun sejarah penambangan hidrokarbon lepas pantai, sudah tak terhitung banyaknya perkembangan yang telah dicapai. Namun khusus di area laut-dalam tantangan yang sebenarnya barulah dimulai. Tingkat keberhasilan eksplorasi di laut-dalam naik dari 10% menjadi 30% sekarang. Sampai hari ini, laut-dalam telah menyumbang sebanyak 60milyar barrel (9.5 milyar m3) ke cadangan minyak dunia. Menurut estimasi, 95% dari area lautan yang potensial mengandung hidrokarbon tetapi belum dieksplorasi terletak di kedalaman lebih dari 1000m. Diperkirakan cadangannya mencapai angka 8-15 milyar barrel (1.3-2.4 milyar m3) minyak. Baru 25% dari cadangan laut-dalam tersebut yang telah/sedang dikembangkan dan hanya 5% yang sudah berproduksi.
Selama dekade terakhir, operator industri perminyakan berlomba-lomba membuat rekor di wilayah laut-dalam dengan mengaplikasikan berbagai teknologi canggih dan pengalaman. Semuanya sejalan dengan tujuan mencari dan memproduksi minyak dan gas untuk memenuhi kebutuhan peradaban manusia. Mengingat planet bumi sebagian besar permukaanya ditutupi lautan dan juga teknologi yang tidak pernah berhenti untuk berkembang, bolehlah kita tetap optimis bahwa minyak dan gas alam dunia akan masih terus ditemukan dan diproduksi sampai puluhan tahun ke depan. Laut-dalam telah menjadi frontier terbaru di kancah industri perminyakan, termasuk di Indonesia.

Penulis: Doddy Samperuru
Pemerhati teknologi perminyakan dan praktisi industri hulu perminyakan

Nilai Sejarah Kilang Pangkalan Brandan

Membicarakan Sumur Minyak Telaga I tidak bisa dengan Kilang Minyak Pangkalan Brandan. Keduanya saling berkaitan. Catatan sejarah perjuangan bangsa juga melekat di sini.

Kilang Pangkalan Brandan yang dikelola Unit Pengolahan (UP) I Pertamina Brandan, merupakan salah satu dari sembilan kilang minyak yang ada di Indonesia, delapan lainnya adalah, Dumai, Sungai Pakning, Musi (Sumatera), Balikpapan (Kalimantan), Cilacap, Balongan, Cepu (Jawa), dan Kasim (Papua).

Ketika dibangun N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij pada tahun 1891 dan mulai berpoduksi sejak 1 Maret 1892, kondisi Kilang minyak Pangkalan Brandan, tentu saja tidak sebesar sekarang ini. Waktu itu peralatannya masih terbilang sederhana dan kapasitas produksi juga masih kecil.

Bandingkan dengan kondisi sekarang, kilang yang berada di Kecamatan Babalan Langkat saat ini berkapasitas 5.000 barel per hari, dengan hasil produksi berupa gas elpiji sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari, dan beberapa jenis gas dan minyak.

Nilai sejarah kilang ini terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil bagi catatan sejarah perminyakan Indonesia, sebab minyak pertama yang diekspor Indonesia bersumber dari kilang ini.

Momentum itu terjadi pada 10 Desember 1957, yang sekarang diperingati sebagai hari lahir Pertamina, saat perjanjian ekspor ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo dengan Harold Hutton yang bertindak atas nama perusahaannya Refining Associates of Canada (Refican). Nilai kontraknya US$ 30.000.

Setahun setelah penandatanganan kontrak, eskpor dilakukan menuju Jepang dengan menggunakan kapal tanki Shozui Maru. Kapal berangkat dari Pangkalan Susu, Langkat, yang merupakan pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia. Pelabuhan ini dibangun Belanda pada tahun 1898.

Bumi Hangus

Sedangkan aspek kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra bangsa melalui kilang ini. Kisah heroiknya berkaitan dengan Agresi Militer I Belanda 21 pada Juli 1947, yakni aksi bumi hangus kilang.

Aksi bumi hangus dilaksanakan sebelum Belanda tiba di Pelabuhan Pangkalan Susu, yakni pada 13 Agustus 1947. Maksudnya, agar Belanda tidak bisa lagi menguasai kilang minyak itu seperti dulu. Selanjutnya, aksi bumi hangus kedua berlangsung menjelang Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Tower bekas aksi bumi hangus itu masih dapat dilihat sampai sekarang.

Nilai histrois yang terkandung dalam aksi bumi hangus ini, terus diperingati sampai sekarang. Pada 13 Agustus 2004 lalu, upacara kecil dilaksanakan di Lapangan Petrolia UP I Pertamina Brandan, yang kemudian disekaliguskan dengan dekralasi pembentukan Kabupaten Teluk Aru, sebagai pemekaran Kabupaten Langkat.

Sebenarnya Belanda yang pertama sekali mempelopori aksi bumi hangus kilang Brandan. Karena menderita kalah perang, tentara Belanda membakar habis kilang ini pada 9 Maret 1942 sebelum penyerbuan tentara Jepang ke Tanah Air. Aksi serupa juga terjadi pada kilang minyak lainnya di Indonesia.

Namun, Jepang ternyata bisa memperbaiki kilang-kilang tersebut dalam tempo singkat. Bahkan ahli-ahli teknik konstruksi perminyakan yang tergabung dalam Nampo Nen Rioso Butai, unit dalam angkatan darat Jepang, mampu memproduksi kembali minyak mentah, bahkan mendapatkan sumur-sumur produksi baru.

Catatan yang ada menunjukkan, produksi minyak bumi Indonesia tahun 1943, saat Jepang berkuasa, hampir mencapai 50 juta barel. Sedangkan produksi sebelumnya pada 1940 adalah 65 juta barel. Hasil kilang pada 1943 sebesar 28 juta barel. Sedangkan pada tahun 1940 mencapai 64 juta barel.

Kembali ke kilang Brandan, seiring dengan kekalahan Jepang, kilang juga kembali mengalami kehancuran. Puluhan pesawat pembom Mustang milik sekutu melancarkan serangan untuk melumpuhkan basis logistik dan minyak yang telah dikuasai Jepang. Kejadian itu berlangsung pada 4 Januari 1945.

Underground Blowout

Dahulu ketika awal-awal eksplorasi minyak di bumi ini, kejadian sumur yang muncrat dengan minyak yg menyembur ke atas, merupakan kejadian yg mengasyikan dan tanda-tanda kesuksesan eksplorasi. Pada waktu itu kesadaran keselamatan dan lingkungan belum secanggih saat ini, sehingga ketika terjadi semburan mereka (para explorer) berfoto mengabadikan penemuannya.

Disebelah ini BO yang terjadi ketika memperoleh minyak di lapangan Spindletop tahun 1900. Sumur ini diperkirakan memuncratkan minyak 3 juta galon (lebih dari 12 000 meter kubik) atau sebesar 80 000 (BPH) Barrel oil setiap hari, sebuah angka produksi yg sangat sulit dijumpai saat ini. Bandingkan dengan lapangan minyak di Indonesia saat ini.

Saat ini peristiwa muncratnya minyak harus dicegah karena alasan keselamatan serta lingkungan. Mulai saat munculnya kesadaran inilah, maka muncratnya minyak (fluida) dari dalam ketika melakukan pengeboran dianggap sebagai musibah atau kecelakaan operasi, karena tidak hanya minyak yg keluar namun juga air dari dalam bumi termasuk material batuan dapat ikut ‘mecotot’ keluar.

Aliran fluida pengeboran
Dalam kondisi normal, pengeboran dilakukan dengan memasukkan fluida (lumpur pemboran) dari dalam pipa bor sebagai media sirkulasi. Sirkulasi ini diperlukan salah satunya berfungsi untuk menahan tekanan fluida dari dalam tanah. Dalam kondisi normal besarnya tekanan fluida didalam tanah itu sama dengan tekanan tinggi kolom air, masih ingat hukum Pascal, kan ? itu tuh yang rumusnya tekanan sama dengan hasil kali beratjenis x tinggi x gravitasi. Nah kalau tingginya (dalah hal ini kedalaman) diketahui kan kita tahu seberapa besat tekanannya. Tekanan didalam tanah itu bisa saja melebihi tekanan tinggi kolom air sehingga fluida yg dimasukkan harus memiliki beratjenis lebih besar dari BJ air.
Kalau sedang dipompakan maka alirannya jadi agak rumit ya ? Tapi coba perhatikan adanya penambahan dan kehilangan lumpur ketika sedang ngebor.


“Lost” dan “Gain”
Istilah “lost and gain” dalam operasi pengeboran ini sangat lazim dan sangat sering terjadi. Saat ini sudah ada alat yg disebut BOP (BlowOut Preventer), alat ini yang akan digunakan ketika terjadi lost-gain, sebagai katup pengaturnya. Apabila beratjenis lumpur pemboran memiliki berat yg lebih berat dari tekanan formasi maka akan terjadi masuknya lumpur ke formasi yg porous. Lost merupakan kejadian ketika lumpur masuk ke formasi ini. Apabila BJ lumpur terlalu kecil, maka lumpur tidak kuat menahan aliran fluida dari pori-pori batuan. Lah, ya saat itu terjadi “gain” atau adanya tambahan fluida yg masuk kedalam lubang sumur. Kalau hal ini tidak teratasi atau terlewat karena proses penyemburannya sangat cepat maka aliran fluida dari batuan didalam tanah ini terjadi terus menerus, Seterusnya fluida akan muncrat keluar melalui lubang sumur dan lubang ditengan pipa pemboran. Ini yang disebut sebagai semburan liar atau “blowout”. Yang keluar bisa berupa minyak, gas, ataupun air dan bahkan campuran.



Kondisi tekanan masing-masing lapisan di dalam bumi sana itu tidak seragam, juga tidak di setiap tempat sama. Tekanan fluida pada Batugamping (karbonat) di formasi Kujung di BD-Ridge yang memanjang dari lapangan BD ke daerah Porong ini, berbeda dengan Bagtugamping kujung di Laut Jawa. Berbeda pula perilaku dan sebaran tekanannya dengan batugamping di Baturaja Sumatra, berbeda pula dengan yang di Irian. Memang secara mudah semakin dalam,maka tekanannya semakin besar. Namun ada kalanya sebuah lapisan mempunyai tekanan yg rendah atau bahkan bila disetarakan dengan tinggi kolom air memiliki tekanan dibawah berat jenis air. Ketika ada dua zona tekanan yg berbeda inilah pen-design sebuah sumur harus jeli. Harus tahu dimana harus memasang selubung (casing) yang tepat. Pipa selubung (casing) ini berfungsi untuk mengisolasi zona bertekanan tidak normal, sehingga penanganannya lebih mudah tidak menimbulkan komplikasi.

Design sumur

Nah ketika komplikasi tekanan ini sudah diketahui dari sumur-sumur sebelah-menyebelahnya maka design sumur harus lebih baik dari sumur sebelumnya. Untuk pertimbangan bisnis pada saat ini ada dua hal yg harus diperhitungkan paling dahulu yaitu pertama keselamatan dan kedua keselamatan. Hampir semua bisnis memang mendengungkan keselamatan harus lebih didahulukan, keselamatan pekerja dan keselamatan lingkungan. Nah setelah itu baru memperhitungkan biaya. Nah design sumur inilah yg dipakai sebagai pegangan ketika operasi.

Komplikasi lost-gain

Ketika terjadi komplikasi lost dan gain ini perlu penanganan dengan teknik khusus. Kedua problem ini ditangani dengan cara yang sangat khusus pula. Namun kalau hal ini tidak teratasi sangat mungkin terjadi “cross-flow”, yaitu fluida yg bertekanan tinggi memasok ke batuan yg memilki tekanan fluida rendah. Seandainya hal ini terjadi terus menerus maka terjadilah underground blow out, atau semburan liar didalam tanah. Yang seaandainya berkelanjutan dapat pula terjadi seperti apa yg terlihat di BJP-1.
Underground Blowout (semburan liar bawah tanah)Untuk kasus di BPJ ini semburan liar telah terjadi dengan material lumpur yg keluar dari lubang-lubang yg bukan dari lubang bor. Lumpur itu telah keluar melalui celah-celah yg terbentuk akibat tekanan tinggi dari dalam tanah. Banyak hal yg harus diketahui sebelum berusaha menghentikan semburan liar ini antara lain : – Dimana titik-titik lubang jalan keluarnya lumpur ini – Berapa tekanan bawah permukaan tempat keluarnya. – Melihat material yg sudah keluar perlu diketahui bagaimana bentuk lubang bor saat ini. – Setelah diketahui tentunya perlu juga menentukan peralatan apa saja yang diperlukan. – dll Tentusaja kita prihatin akan hal ini. Namun dengan pengetahuan yang benar semoga kekhawtiran ini menghasilkan cara yg tepat untuk mengatasi.
Sumber : Dunia Migas

Minggu, 10 Januari 2010

Reservoir batu sarang

Ketika proses penimbunan ini berlangsung tentusaja banyak jenis batuan yang menimbunnya. Salah satu batuan yang nantinya akan menjadi batuan reservoir atau batuan sarang. Pada prinsipnya segala jenis batuan dapat menjadi batuan sarang, yang penting ada ruang pori-pori didalamnya. Batuan sarang ini dapat berupa batupasir, batugamping bahkan batuan volkanik.

Proses migrasi dan pemerangkapan

Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk yang termatangkan ini tentusaja berupa minyak mentah. Walaupun berupa cairan, minyakbumi yang mentah ciri fisiknya berbeda dengan air. Dalam hal ini sifat fisik yang terpenting yaitu berat-jenis dan kekentalan. Ya, walaupun kekentalannya lebih tinggi dari air, namun berat jenis minyakbumi ini lebih kecil. Sehingga harus mengikuti hukum Archimides. Inget kan si jenius yang menurut hikayat lari telanjang ? Sambil berteriak, “Eureka .. eureka !!”. Demikianlah juga dengan minyak yang memiliki BJ lebih rendah dari air ini akhirnya akan cenderung ber”migrasi” keatas.

Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk batuan yang menyerupai mangkok terbalik, maka minyak ini akan tertangkap atau lebih sering disebut terperangkap dalam sebuah jebakan (trap).


Proses pematangan batuan induk (Source rock)
Untuk sedikit lebih canggih dalam memahami proses pembentukan migas, dongeng berikut ini menjelaskan hanya masalah pematangannya.

Seperti disebutkan diatas bahwa pematangan source rock (batuan induk) ini karena adanya proses pemanasan. Juga diketahui semakin dalam batuan induk akan semakin panas dan akhirnya menghasilkan minyak. Tentunya ada donk hubungan antara kedalaman dengan pematangan ? Ya tentusaja.

Proses pemasakan ini tergantung suhunya dan karena suhu ini tergantung dari besarnya gradien geothermalnya maka setiap daerah tidak sama tingkat kematangannya.

Daerah yang dingin adalah daerah yang gradien geothermalnya rendah, sedangkan daerah yang panas memiliki gradien geothermal tinggi.


Dalam gambar diatas ini terlihat bahwa minyak terbentuk pada suhu antara 50-180 derajat Celsius. Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan tercapai bila suhunya mencapai 100 derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah karena cekungan itu semakin turun dalam yang juga diikuti penambahan batuan penimbun, maka suhu tinggi ini akan memasak karbon yang ada menjadi gas!

Killing Mud Softly


HIGH DENSITY BALL CHAIN (HDBC)

bola-bola-ajaib-2.pngBola itu terdiri atas empat bola yang merupakan gabungan dua bola besar berdiameter 40 cm, dan dua bola berdiameter 20 cm. Bola-bola ini memiliki densitas tinggi sehingga diharapkan tidak terlempar keluar lagi. HDCB yang setiap rangkaiannya terdiri dua bola besar yang berdiameter 40 cm dengan berat 200 kilogram dan dua bola kecil berdiameter 20 cm yang mempunyai bobot 160-170 kilogram. Dan per harinya maksimal dimasukkan 25 rangkaian. Jumlah untaian bola-bola beton total yang dipersiapkan berjumlah 375 untai, bola inilah yang telah dicetuskan para pakar fisika dari ITB.

Bagaimana kerjanya ?

Bola-bola beton ini akan menahan energy aliran yang sangat kuat dari bawah. Energi mekanis ini diharapkan akan mengenai bola-bola HDCB sehingga bola-bola ini akan saling bertumbukan, berputar, dan mengubah arus lumpur menjadi lebih turbulen (olakan). Perubahan energi ini diharapkan mengurangi energi aliran lumpur dari bawah, sehingga energi aliran yang keluar menjadi sangat lemah.



Menurut pakar fisika ITB ini diharapkan akan mengurangi laju aliran hingga 70%. Memang metode killing mud softly ini tidak secara khusus didesign untuk mematikan semburan, tetapi hanya mengurangi laju aliran – Ini yang perlu diketahui bersama. bahwa mengurangi laju alirannya saja sudah akan membantu meringankan beban pengelolaan jumlah lumpur ini yang tercatat masih diatas 125 000 m3/hari.

Tingkat keberhasilannya belum diketahui, lah wong belum pernah ada yang mencoba. Risiko munculnya semburan baru, barangkali bisa tereliminir seandainya pengurangan laju alirannya atau pemampatannya perlahan-lahan. Itulah sebabnya penurunan bola-bola ini harus tepat, kalau terburu-buru dan menutup semburan dengan cepat ditakutkan muncul semburan lain, karena tanah disana sudah retak2. Sedangkan kalau perlahan-lahan malah bisa juga hanya turun jatuh kebawah atau ke dasar.



Disebelah kiri ini dasar teori yang dipakai oleh Tim pakar dari ITB (Institut Tehnologi Bandung). Secara mudahnya gini. Kalau kamu mau jalan dari Blok M ke kota trus jalannya lurus lewat Jalan Sudirman – Thamrin – trus lurus ke Kota tentunya mudah. Apalagi kalau jalannya sep, pas lebaran pada pulang kampung misale. Nah dengan model seperti itu, tentunya sesampai di Mangga Dua kamu masih sehat dengan kekuatan penuh bisa blanja di ITC kan ?



Nah kalau jalannya macett trus kamu mesti pergi lewat jalan tikus bludas-bludus ngga bisa pakai mobil, terpaksa pakai ojek. Pasti kepanasan, lenggeh-lenggeh. Sampai di Bundaran HI saja sudah loyo, mungkin melewati Monas Merdeka Barat juga sudah pelan jalannya. Lah iya dikerjain sama lalu lintas yang ruwet.

Ide inilah yang dipakai sehingga diharapkan anda tidak terjebak mampet begitu saja tetapi masih bisa mengalir. Hanya dipaksa supaya tenaga anda habis dijalan karena kepanasan.

hdcb-2.pngJustru kalau anda mampet-pet secara mendadak akan berbahaya. Hal ini sangat disadari karena tanah-tanah dibawah sekitar Lusi ini sudah retak-retak. Sehingga akan lebih mudah memaksa keluar apabila dimatikan dengan mendadak. Itulah sebabnya ide menutup semburan dengan BOM dengan BLock maupun dengan selubung beton sangat tidak disarankan.


Menutup pelan-pelan akan lebih bagus ketimbang mak PET!. Seperti digambarkan disebelah ini.
Sumber : Dunia MIGAS